Dewasa ini pertukaran budaya antar
negara sudah tidak terbendung lagi, hal ini dikarenakan media informasi baik
cetak maupun elektronik sudah semakin berkembang dan canggih. Kemudahan
mengakses informasi melalui internet, jaringan televisi internasional, radio,
majalah dan VCD atau DVD tidak disangkal lagi mempunyai pengaruh besar terhadap
perkembangan suatu bangsa. Namun, informasi publik yang begitu mudah diakses
oleh semua kalangan termasuk para remaja memunculkan kekhawatiran tersendiri,
karena bisa juga menjadi boomerang manakala banyak para remaja yang terhipnotis
kehidupan bebas ala barat yang banyak bertentangan dengan syariat Islam atau
terhipnotis dengan ajaran-ajaran Islam garis keras yang begitu gencar
dilakukan.
Dalam masalah moral atau akhlak, saat ini
banyak oknum generasi muda kita yang terlibat kasus geng motor, seks bebas,
tawuran, narkoba dan kasus kriminal yang lain. Ibu Negara Ani Yudhoyono pada
acara “Aksi Peduli Anak Bangsa Bebas Narkoba” tahun 2010 pernah menyampaikan,
bahwa remaja yang sudah terkontaminasi narkoba mencapai 19% dari jumlah remaja
di Indonesia, atau sekitar 14 ribu remaja. Lain halnya tentang masalah seksual,
data dari BKKBN menyatakan 51% remaja pernah melakukan seks bebas, artinya separo
lebih remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan badan yang mestinya belum
waktunya dilakukan. Angka sebesar itu tentu membuat miris berbagai kalangan,
sebab begitu banyak remaja yang sudah bertindak di luar ajaran agama, padahal
Indonesia adalah negara yang terkenal dengan negara yang menekankan nilai-nilai
moral dan akhlak mulia.
Sementara itu dalam masalah sosial keagamaan,
saat ini marak terjadi fenomena kekerasan atas nama agama yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok radikal, anehnya tidak sedikit remaja yang terpengaruh ajaran
tersebut. Memang tidak bisa dipungkiri, pasca-reformasi upaya untuk
menyebarluaskan faham keagamaan yang eksklusif dan radikal cukup marak dan
massif. Pola rekruitmen anggota baru juga berlangsung dengan sasaran yang lebih
luas, tidak hanya orang-orang yang dewasa tetapi juga telah merambah para
remaja juga. Padahal nilai ajaran yang dibawa sangat bertolakbelakang dengan
prinsip founding fathers bangsa ini. Diantaranya adalah mereka
ingin menyeragamkan pandangan dan sikap keagamaan yang sesuai dengan apa yang
mereka yakini, keyakinan di luar mereka dianggap sesat. Sikap seperti itu
disebabkan karena pemahaman yang sangat literal dan dangkal terhadap teks-teks
keagamaan tanpa memperhatikan historisitas teks itu sendiri.
Mereka juga berpendapat bahwa tatanan kehidupan beragama,
sosial dan politik yang ada di negara Indonesia tidak sesuai dengan cita-cita
mereka. Oleh karena itu, mereka berpandangan hal itu harus dirubah dan
disesuaikan dengan pemahaman atau ideologi mereka tidak peduli walaupun harus
dilakukan dengan cara kekerasan serta cara yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip ajaran agama. Seperti melakukan bom bunuh diri, melakukan teror
kepada kelompok/agama lain, intoleran dan merasa paling benar.
Fenomena tersebut tentu akan berdampak buruk
dan membahayakan kehidupan berbangsa di masa yang akan datang, karena remaja
adalah calon pemimpin dan penerus dari generasi-generasi sebelumnya, jika hal
ini dibiarkan maka “peradaban jahiliyah baru” tinggal menunggu waktu. Terlebih,
secara teori periode remaja adalah sebuah periode dimana seorang anak mengalami
masa transisi menuju masa dewasa, sehingga akan cenderung labil karena sedang
berproses menuju proses kematangan akal, sosial dan emosional. Pada tahap ini pula
remaja biasanya lemah dalam penggunaan nilai-nilai, norma dan kepercayaan. Akibatnya,
mereka lebih suka bertindak ceroboh, trial and error dan rela
mengorbankan moralitas untuk mendapatkan pujian dari kelompok referensi mereka
tanpa harus memikirkan resiko-resiko atau akibat-akibat yang akan terjadi.
Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya yang sistematis untuk menanggulangi dan mengantisipasi pengaruh
negatif dari serangan orang-orang yang ingin menghancurkan moral remaja Islam
dan juga mengantisipasi remaja-remaja kita dari faham keagamaan yang eksklusif
serta radikal. Sayangnya, meskipun ancaman tersebut cukup nyata akan tetapi
tidak banyak individu, kelompok atau ormas yang memiliki kepedulian untuk
berpartisipasi aktif menanggulanginya. Untuk itulah, mari menjadi insan yang
tidak acuh terhadap perilaku menyimpang para remaja yang ada di sekitar kita,
dan selamatkan mereka dari kehancuran moral. Terlebih kewajiban berdakwah
adalah bukan hanya tugas dari Ulama' atau Ustadz saja, tetapi menjadi tugas
setiap kaum muslimin dan muslimat, mengingat satu muslim dengan muslim yang
lain adalah bersaudar, jadi harus saling mengingatkan.