Senin, 13 Februari 2017

PROFIL PENGASUH PONPES SHOFA AZZAHRO KH. IMAM SHOFWAN

Berbicara tentang perkembangan Islam selama dua dekade terakhir di Kecamatan Gembong bahkan di Kabupaten Pati, tentu nama ini sangat lekat di hati masyarakat. Beliau adalah Imam Shofwan, putra asli daerah Gembong ini telah melanglang buana ke berbagai dimensi dan aspek kehidupan masyarakat demi tegaknya Islam yang berhaluan ahlussunnah wal jama’ah.

Skill tinggi dalam berorganisasi, berpolitik, sikap frontal serta retorika dakwah tinggi dengan ciri khas joke-jokenya yang segar menjadi ciri khas tersendiri mengapa KH. Imam Shofwan banyak menuai sanjungan dan hujatan dalam setiap langkah organisasi dan politiknya.

Bukan hanya itu, keberaniannya dalam mendobrak kemungkaran pun menjadi satu bahasan menarik. Sikap ini mulai nampak sejak beliau mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren TBS Kudus, dimana Kyai Ma’mun Pengasuh TBS waktu itu memerintahkan Shofwan muda beserta satu temannya untuk meminta sumbangan yatim piatu. Namun, beliau justru membuang semua brosur di Kali Gelis, tanpa tahu bahwa pihak pondok mencatat semua penerimaan dana. Hal ini membuat Sang Ayah, Muhammad Karim menjual satu ekor sapi untuk mengganti seluruh kerugian pondok akibat ulah putranya. “Santri kok di suruh ngemis”  begitu ujar Shofwan muda sebagai argumentasinya.

Satu lagi kisah yang tak lekang dari ingatan KH. Imam Shofwan adalah ketika beliau ditahan selama satu minggu di Koramil Gembong. Hal ini bermula sekitar tahun 1971 ketika beliau merobek puluhan bendera partai penguasa—pada masa itu—sepanjang Jalan Raya Pati-Gembong akibat ketidakpuasannya terhadap kebijakan pemerintah orde baru yang kian menjalankan politik kekuasaan secara “brutal”. Sebuah keberanian luar biasa karena yang dihadapi adalah rezim diktator yang tentunya di masa itu tidak banyak yang berani mengambil resiko sebesar itu.

Gairah “jihad” Shofwan muda dimulai semenjak beliau menyelesaikan mondoknya di Rogojampi Banyuwangi, kemudian semakin intens saat menjadi pengurus GP Ansor Kecamatan Gembong,  bahkan gerakan dakwah beliau dilanjutkan melalui jalur pemerintahan saat menjadi anggota DPRD Kabupaten Pati dari Fraksi PPP, saat itu menjadi anggota DPRD termuda karena KH. Imam Shofwan baru berusia 32 tahun.

Setelah mendapatkan instruksi dari PBNU bahwa NU keluar dari PPP, Pengasuh Ponpes Shofa Azzahro Gembong ini pun akhirnya keluar dari PPP dan tidak melanjutkan perjuangannya lewat partai politik sebagai bentuk ta’dzim kepada para Kyai NU. Kemudian, perjuangan Mbah Shofwan dilanjutkan melalui jalur kultural dengan menjadi Ketua Tanfidziah MWC NU Kecamatan Gembong, dimana ia gigih menghadapi kaum abangan dan bahkan non-muslim yang menghalangi perjuangan Islam di Kecamatan Gembong.

Keberanian dan kegigihan beliau dalam memperjuangkan Islam dan NU akhirnya mengantarkan beliau menjadi Ketua Tanfidziah PCNU Kabupaten Pati, dan salah satu gerakan yang cukup fenomenal adalah menjadi pelopor terhadap penolakan menjamurnya karaoke (plus-plus) di wilayah Kabupaten Pati yang semakin tidak terkendali jumlahnya. Menurut pria kelahiran 5 Mei 1950 ini, saat membuat gerakan penolakan karaoke ‘plus-plus’, banyak sekali kecaman bahkan ancaman bukan hanya bagi diri pribadi, namun juga keluarganya.

Berbagai upaya ditempuh demi menutup karaoke “plus-plus”, mulai dari audiensi dengan Polres Pati, Dandim Pati, Bupati Pati, sampai demo besar-besaran. Beliau juga di waktu itu rutin melakukan turba ke tiap kecamatan di Kabupaten Pati untuk mensosialisasikan rencana NU untuk melakukan aksi nyata untuk menutup semua karaoke Demo besar-besaran yang dipimpin langsung oleh KH. Imam Shofwan dan rekan-rekannya menjadi salah satu tonggak terbesar dalam perjalanan hidupnya. Meskipun acap menuai intimidasi dari para pendukung karaoke namun kyai nyentrik ini tetap tak gentar, mengingat apa yang ia lakukan adalah sebuah kebenaran yang harus ditegakkan.

Saat menjadi Mustasyar PCNU Kabupaten Pati, KH. Imam Shofwan kembali mendapatkan tugas berat yaitu dengan menjadi Ketua Panitia pembelian tanah dengan nilai 1,3 milyar. Hal ini menjadi pengadaan pembiayaan terbesar dalam sepanjang sejarah PCNU Pati, beliau begitu aktif bersama pengurus-pengurus PCNU yang lain untuk mengawal pendanaan sehingga bisa melunasi 1,3 M yang diminta oleh pemilik tanah di Jl. Raya Pati Kudus KM. 3-4 tepatnya di Kecamatan Margorejo. Bahkan, Kecamatan Gembong yang menjadi tempat domisili beliau, menjadi pemasok dana terbesar daripada kecamatan-kecamatan yang lain. Hal ini menjadi bukti kerja keras beliau bersama pengurus-pengurus lain untuk serius dalam fundraising pembelian tanah NU yang sekarang di tempati oleh SMK NU Pati.

Keluarga
KH. Imam Shofwan adalah anak ketiga dari dua belas bersaudara, dari pasangan Mbah Muhammad Karim dan Nyai Sufiyah. Mbah Karim sendiri adalah Kyai Kampung, Ketua NU pertama Desa Gembong yang sangat keras dalam mendidik anak-anaknya, termasuk saat mendidik Imam Shofwan.

Muhammad Karim merupakan pemuda asli Desa Glagah Dawe Kudus, di tahun 1900an beliau nyantri di Piji Dawe Kudus, karena keterbatasan biaya yang dia miliki akhirnya ia ngaji “serah badan” atau mengabdi di tempatnya Sang Kyai, untuk itu Karim muda ikut membantu mengurus pertanian, mengurus kebutuhan sehari-hari ndalem Kyai, sampai mengasuh putra Kyainya yang bernama Shiddiq yang pada akhirnya menjadi Ulama’ sekaligus Mursyid Thoriqoh dan menjadi pendiri Yayasaan Manbaul Falah Piji Dawe kudus. Hal itu itu justru diceritakan sendiri oleh KH. Shiddiq Piji saat KH. Imam Shofwan sowan ke ndalem KH. Shiddiq, bahwa “ndek ben seng momong aku yo termasuk bapakmu (Mbah Karim)”.

Setelah dari Piji Dawe, Karim muda melanjutkan mondoknya di KH. Salam Kajen, atau abahnya KH. Abdullah Salam Kajen, meskipun di tempat ini hanya beberapa bulan saja. Saat kembali ke kampung halaman, karena mengetahui ada seoraang santri yang baru pulang mondok akhirnya Karim diajak oleh Naib Gembong pada waktu itu untuk membantu kegiatan agama di Desa Gembong.

Saat membantu kegiatan keagamaan di Gembong, karena kepribadian dan akhlaqul karimah yang dimiliki oleh Karim, akhirnya ia dijodohkan oleh Kepala Desa Gembong waktu itu Raden Nendar Gunowisastro dengan putrinya yang paling cantik. Namanya adalah Sufiyah, dan setelah menikah Karim akhirnya merintis jalur dakwahnya dengan mendirikan sebuah mushola kecil di tahun 1920an untuk dipakai mengajari ngaji, shalat sampai ilmu kanuragan kepada warga sekitar.

Dari mushola kecil inilah, di tahun 1971 menjadi Madrasah dan pondok pesantren besar di Kecamatan Gembong dengan nama Yayasan Al-Ma’arif Gembong dan Ponpes Shofa Azzahro. Perjuangan dakwah Karim semakin menguat lantaran dari aspek ekonomi, Muhammad Karim tidak begitu mengalami kendala karena beliau menantu Kades Raden Nendar Gunowisastro yang pada waktu itu terkenal sebagai salah satu orang terkaya di Desa Gembong karena memiliki tanah yang begitu luas.

Di masa sebelum kemerdekaan, sebagai salah satu pelopor perjuangan Islam dan NU di masa-masa revolusi, membuat nama Muhammad Karim menjadi salah satu DPO Belanda, apalagi kediaman beliau juga menjadi salah satu tempat penyimpanan senjata sekaligus menjadi tempat peristirahatan para pejuang. Sementara di masa pemberontakan PKI, lagi-lagi Mbah Karim menjadi salah satu orang yang masuk daftar dibunuh, hal itu terungkap dari cacatan yang didapatkan dari teman sekaligus tetangga bahwa Karim diminta hati-hati karena termasuk menjadi daftar orang yang akan dibunuh, mengingat ia adalah pengurus NU dan pejuang Islam di Desa Gembong.

Melihat gambaran di atas, jelas bahwa KH. Imam Shofwan dibesarkan ditengah-tengah keluarga santri (Islam kuat) dengan ajaran NU. Sekarang, beliau tinggal bersama seorang istri Hj. Fatimatuzzhro yang dipersunting pada tahun 20 Desember 1980 dan dianugerahi dua orang anak, Muhammad H Taufik dan Ahmad Faiz Aminuddin. Mbah Sapo juga tengah asyik-asyiknya among kelima cucunya yang masih balita. Abdan Salahuddin Faza, Amina Wahida Shoffal Aish dan Alma Al Balqis merupakan buah cinta putra sulungnya. Sementara si bungsu, baru “menghadiahkan” seorang cucu, Jimly Luqmanul Hakim Nofaddin dan Muhammad Ahmad Haikal Shofa Nofaddin. Kediaman beliau berada di Komplek Masjid Baitul Muttaqin, tepatnya di Desa Gembong RT 004 RW 002 yang sekaligus menjadi asrama putri Pondok Pesantren Shofa Azzahro yang diasuhnya.

Pendidikan dan Organisasi
Pendidikan Formal
1.      SR (Sekolah Rakyat) lulus tahun 1963
2.      MTs lulus tahun 1970.
3.      Madrsasah Aliyah lulus tahun 1973.

Pendidikan Non-Formal
1.      Pondok Pesantren TBS Kudus 1963-1966.
2.      Pondok Pesantren Rogojampi Banyuwangi di Bawah Asuhan KH. Abdillah dari tahun 1974-1975.
3.    Selain mondok di dua tempat tersebut, masa muda KH. Imam Shofwan juga dihabiskan untuk belajar ilmu hikmah di beberapa kyai di Jawa.

Pengalaman Organisasi dan lembaga
1.      Sektretaris GP. Ansor PAC. Kecamatan Gembong (1975-1977).
2.      Sekretaris PPP PAC Kec. Gembong (1977-1982).
3.      Anggota DPRD Pati Fraksi PPP (1982-1987).
4.      Ketua MWC NU Kec. Gembong dua periode (1987-1992 dan 1992-1997).
5.      Wakil Ketua Umum DPC PKB Kabupaten Pati (1998-2003).
6.      Ketua BPD (Badan Permusyawarahan Desa) Desa Gembong (2000-2005).
7.      Ketua IPHI Kecamatan Gembong (2005-2010).
8.      Ketua Ta’mir Masjid Besar Baitul Muttaqin Kecamatan Gembong (2005-Sekarang).
9.      Ketua MUI Kecamatan Gembong (2006-2011).
10.  Ketua LDNU (Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama) PCNU Kabupaten Pati (2003-2008).
11.  Ketua Tanfidziah PCNU Kabupaten Pati (2008-2013).
12.  Mustasyar PCNU Kabupaten Pati (2014-Sekarang).

Karya Sosial:
1.    Pendiri (bersama tokoh-tokoh lain) Yayasan Al-Ma’arif Gembong yang saat ini sudah mengelola dari mulai PAUD, TK, MI, MTs, MA, SMK NU, dan Ponpes Shofa Azzahro Gembong-Pati.
2.      Menjadi panitia (Koordinator seksi usaha) pendirian SMA Wahid Hasyim Runting Pati (1984).

3.     Menjadi pendiri PKB Kabupaten Pati bersama tim 5 yang dibentuk oleh DPP PKB yang terdiri dari KH. Muhammadun Daiman, KH. Asmu'i Sadzali, KH. Imam Shofwan, Ali Mansur.

Kamis, 09 Februari 2017

KPU BERI SOSIALISASI PILKADA PATI 2017 KEPADA PARA SANTRI PONPES SHOFA AZZAHRO




Gembong Pati – Pada hari selasa (07/02/2017) KPU Kabupaten Pati menggelar sosialisasi pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pati periode 2017-2022 di Ponpes Shofa Azzahro. Acara tersebut digelar di aula putrid, dan diikuti oleh puluhan santri dan warga NU di Kecamatan Gembong-Pati.

Hadir pada kesempatan itu adalah Ketua Tanfidziah PCNU Pati H. Ali Munfaat, Pengasuh Ponpes Shofa Azzahro KH. Imam Shofwan, Faiz Aminuddin Sekretaris LTN-NU Pati, Ahmad Nashiruddin Ketua KAAP (Kumpulan Anak Asli Pati), Ketua Muslimat NU Gembong Hj. Fatimah Azzahro beserta para anggotanya, Ketua Fatayat Gembong Maria Ulfah beserta para anggotanya, para pengurus IPNU/IPPNU Gembong, dan Kader PKPNU Gembong.


Acara sosialisasi disampaikan oleh Imbang Setiawan anggota KPU Pati Divisi Sosialisasi, menurut Imbang kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya kepada para santri serta warga NU Gembong agar menggunakan hak pilihnya, dan mengedukasi masyarakat menjelang Pilkada Pati tanggal 15 Februari 2017 agar semuanya dapat berjalan dengan damai.

Selanjutnya, Imbang juga menjelaskan tentang kriteria pemilih, siapa saja pasangan calon yang mau dipilih dan juga terakhir mengajak peserta untuk simulasi mencoblos sekaligus membagikan alat peraga pemilu kepada para peserta.

Sementara itu, Ketua Tanfidziah PCNU Pati H. Ali Munfaat berharap para peserta setelah mengikuti kegiatan ini berkenan untuk menularkannya dan disebarluaskan kepada kelompok dan masyarakat luas lainnya, keluarganya, tetangganya, dan teman-temannya.” harapnya.


Meskipun sebelum dan selama proses sosialisasi terkendala hujan lebat, namun antusiasme para santri serta warga NU Gembong tetap tinggi untuk menghadiri kegiatan sosialisasi pilkada Pati 2017. Setidaknya kurang lebih tujuh puluhan peserta memadati aula Ponpes Shofa Azzahro, dan ditutup dengan doa oleh KH. Imam Shofwan selaku Pengasuh Ponpes Shofa Azzahro Gembong Pati dan Mustasyar PCNU Kabupaten Pati.