Kamis, 26 Desember 2013

GURU MENDIDIK ATAU MENAKUTI?



Sebenarnya apa sih fungsi seorang guru? Mendidik? Atau memberikan nilai? Mendorong, memotivasi? Atau menekan, atau menakuti? Apa sih sebenarnya fungsi seorang guru?  Lantas apa sih tujuan dari kita semua belajar? Menemukan ilmu baru? Atau hanya mempelajari yang ada? Menambah khazanah ilmu? Atau sekadar memperoleh nilai dari ilmu2 tertulis di buku? Mencari ilmu? Atau mencari angka dan ijasah? Apa sih sekolah itu? Taman bermain penuh ilmu, atau panci panas tekanan tinggi?

Lihatlah, dalam ujian skripsi, thesis, di negeri ini, para penguji berubah menjadi harimau lapar, galak sekali menghabisi mahasiswanya. Astaga? Apa poin-nya? Di mana hakikat mendidik jika sebuah ujian hanya menjadi neraka, bukan sebaliknya tempat menyenangkan utk berdiskusi, kemungkinan-kemungkinan penelitian lanjutan, dan kemungkinan-kemungkinan munculnya ilmu baru. Lihatlah, jutaan siswa-siswi kita setiap tahun harus melewati ujian nasional. Apa poin-nya? Untuk membuat klasifikasi? Untuk menyimpulkan sebuah proses pendidikan? Siapa yang pintar, siapa yang goblok. Siapa yang boleh lanjut sekolah, siapa yang cukup di sini saja daripada nanti merepotkan? Padahal bukankah, orang paling goblok sekalipun berhak atas pendidikan lanjutan. 

Tidak bisakah kita memberikan nilai dalam bentuk kalimat: "Anda telah berusaha dengan sungguh-sungguh, memulai dengan amat berat, tapi Anda menunjukkan kemajuan yang sangat baik, teruslah berusaha. Perbaiki kalimat pembukanya, lebih banyak mencari referensi, jangan takut membuat analisis, lantas berikan kesimpulan yang kokoh." Kemudian sebagai guru kita tuliskan A, atau 90 di karya tulis murid tersebut. Tidak bisakah kita menjadi guru yang mendidik, bukan menghakimi. Kita toh bukan polisi yang memang bertugas menghukum, juga bukan hakim yang memang menghakimi. Kita adalah pendidik, hukuman dari kita pun sifatnya adalah mendidik.

Saya tahu, kita tidak hidup dalam sistem yang selalu mendukung filosofi mendidik yang kita pahami. Bahkan boleh jadi, kita malah dibenturkan dengan realitas menyakitkan. Tapi tidak apa, Kawan. Kita tetap bisa punya ruang untuk menjadi guru yang selalu mendorong siswa-siswinya. Saya selalu menemukannya dalam sejarah sekolah formal yang saya miliki. Ketika SMA, saya menemukan guru-guru baik yang tidak peduli soal nilai, tidak peduli soal angka-angka, selain terus melatih anak muridnya berkembang. Dalam pelajaran bahasa Indonesia misalnya, saya pernah punya guru yang menciptakan pekerjaan rumah yang menarik, tugas-tugas yang hebat, bahkan saat ujian sekalipun, dia membuat soal-soal yang menakjubkan, menantang kemampuan menulis, dan itu sungguh memicu kemampuan murid-murid untuk menjadi penulis. Tidak apa, kalau memang tetap terpaksa memberikan angka untuk nilai. Tapi bukan berarti kita tidak bisa menjadi guru yang selalu memotivasi siswa-siswinya.

Buah dari pendidikan itu baru akan dipetik di masa depan. Ibarat menanam pohon, jika sejak awal akar-akarnya keropos, malah disiram dengan pupuk ketidakjujuran, kecurangan, besok lusa buahnya akan pahit dan merusak. Tapi jika sejak awal akar-akarnya kokoh, disiram dengan integritas dan kasih sayang mendidik, meski sekarang tidak terlihat heboh, keren, dahsyat, besok lusa justru buah yang akan dipetik terasa manis dan bermanfaat. Dari mana sih datangnya orang-orang jujur? Orang-orang yang peduli? Orang-orang yang bermanfaat? Dari proses pendidikan yang baik, dan orang-orang ini tidak datang dari proses sim salabim.

Sementara, dari mana datangnya orang-orang korup? Jahat dan sering menzalimi hak orang lain? tentu saja dari proses pendidikan yang buruk. Semoga semakin banyak yang mau memikirkannya

SUMBER MILIS PSIKOLOGI

MATERI KULIAH PSIKOLOGI DAKWAH OLEH FAIZ AMINUDDIN



Dakwah dan Psikologi
Oleh: Faiz Aminuddin, S.Sos.I, MA
Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan dalam dakwah adalah pendekatan psikologi, walaupun termasuk disiplin ilmu yang tergolong masih muda, akan tetapi keberadaannya langsung menyita perhatian, karena dengan adanya psikologi, banyak terjadi perubahan-perubahan baru berkenaan cara pandang seseorang terhadap suatu persoalan.
 Psikologi berasal dari kata latin, yang berarti psyche jiwa, dan logos ilmu, dan bila digabungkan menjadi ilmu jiwa. Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental.[7]Dengan mempelajari tingkah laku dan kejiwaan manusia, psikologi mampu melihat gejala-gejala yang dialami oleh seseorang, dan hal itu sangat membantu dalam proses dakwah, dengan adanya pengetahuan seperti itu, diharapkan da’i akan lebih mampu untuk bisa menguasai mad’u.
Melakukan suatu kegiatan bila ingin mencapai suatu keberhasilan pastilah ada cara-cara tersendiri, begitu pula dengan kegiatan dakwah, pastilah ada metode-metode khusus supaya dakwah kita bisa diterima oleh mad’u dengan baik, yaitu dengan melihat kondisi masyarakat yang akan dijadikan tempat dakwah, kita tidak memungkiri, bahwasaanya wilayah Indonesia yang luas juga mempunyai kebudayaan yang beragam, dengan karakter masyarakat satu dengan yang lainnya berbeda, ada yang halus, ada yang keras, bahkan ada yang sangat kasar, untuk itu perlu membangun sebuah komunikasi yang efektif, yang bisa mengena sasaran dakwah sesuai dengan keadaan masyarakat setempat.
Agar kegiatan dakwah dapat berlangsung lancar dan berhasil dengan baik diperlukan pengetahuan tentang psikologi dakwah, karena kegiatan dakwah pada dasarnya adalah kegiatan penyampaian informasi dari seseorang kepada orang lain, maka perlu dikaji faktor apa saja yang merupakan penghambat dan pelancar kegiatan transformasi informasi. Faktor yang menghambat dan memperlancar penyampaian informasi dapat diketahui dari prinsip-prinsip psikologi komunikasi.[8]
Metode yang digunakan oleh pergerakan Islam selama beberapa tahun yang lalu benar-benar membutuhkan inovasi dan pengembangan, agar dapat menyentuh problematika Islam, peristiwa, serta situasi dan kondisi yang melingkupinya. Demikian juga, mencermati perbedaan-perbedaan mendasar tentang sejumlah karakteristik antara satu wilayah dengan wilayah lain dan antara sebuah lingkungan dengan lingkungan yang lain sangat penting dalam melakukan inovasi dan pengembangan ini, sehinga inovasi dan pengembangan yang dilakukan bisa dengan situasi dan kondisi kontekstual yang ada. Apa yang cocok untuk sebuah gerakan dakwah disebuah lingkungan, tidak bisa diterapkan secara persis untuk segala lingkungan.Manhaj dan metode yang digunakan pada sebuah tempat dan waktu tertentu, tidak bisa diterapkan begitu saja secara total disetiap ruang dan waktu yang berbeda.[9]
Melihat perpaduan antara dakwah dengan psikologi memperlihatkan adanya saling keterikatan, karena objek dakwah adalah manusia, dan objek psikologi adalah tingkah laku manusia, dan manusia pasti tidak akan lepas dari sebuah tindakan (action), dan dengan adanya psikologi kita bisa mengantisipasi aspek penghambat dan pelancar kegiatan dakwah, agar bisa dimaksimalkan lagi.
Tinjauan Psikologi Terhadap Kondisi Masyarakat
Tugas dakwah merupakan tugas semua muslim, sebagaimana Allah mengutus Rasulullah untuk selalu menegakkan dakwah di mana pun berada, kita juga sebagai umat Nabi Muhammad diperintahkan untuk meneruskan dan senantiasa mengajak kepada mereka yang belum beriman maupun yang sudah beriman untuk bertaqwa kepada Allah dan tetap istiqomah menjalankan ibadah kepadaNya bagi mereka yang sudah beriman, dengan cara saling memberikan wasiat ataupun nasihat.
Dalam Hadist dikatakan barang siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu apabila tidak bisa maka ubahlah dengan hati dan itu adalah selemah-lemahnya iman. Dengan demikian dakwah merupakan kewajiban bagi setiap mukmin, agar senantiasa manusia ini melakukan kebaikan dan manakala manusia melakukan perbuatan mungkar, maka kewajiban setiap mukmin untuk meluruskannya.[10]
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwasannya psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental manusia. Kalau kita merenungkan secara cermat, proses dakwah akan semakin tepat dan efektif manakala prilaku dan psikis mad’u dapat kita ketahui, tentunya diperlukan suatu ramuan khusus yang dapat membaca kondisi tempat dan kondisi masyarakat baik dari aspek pengetahuannya ataupun aliran yang dimiliki sekalipun.[11]Apalagi melihat luas wilayah Indonesia, dan jumlah penduduk bangsa ini yang mencapai dua ratus lima puluh juta jiwa, bisa dapat dipastikan kemajemukan yang sangat beragam.
Indonesia mempunyai kekayaan suku, ras, bahasa dan ribuan pulau, terdiri dari 33 provinsi, jumlah penduduk yang hampir mencapai 250.000.000 juta jiwa, dari sekian banyak suku, daerah, serta jumlah penduduk, maka kita tidak bisa memungkiri bahwa akan ada banyak perbedaan budaya, adat istiadat, dan bahasa, untuk itu perlu dilakukan sebuah upaya untuk mewujudkan dakwah yang humanis yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat atau komunikan. Hambatan-hambatan yang dihadapi akan lebih ringan manakala kita mampu menguasai kondisi masyarakat, mulai dari suku, budaya, adat istiadat, dan aliran kepercayaan.
Harusnya dengan adanya keberagaman yang dimiliki oleh bangsa ini, membuat para juru dakwah untuk lebih giat lagi, lebih kreatif dan inovatif dalam memberikan tausiyahnya kepada para mad’u, dengan cara mengidentifikasi persoalan-persoalan yang tengah dihadapi oleh mad’u atau komunikan, dengan cara seperti itu, maka materi yang akan disampaikan akan lebih mudah diterima, karena itu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Memang untuk melakukan sebuah penelitian dakwah, membutuhkan perjuangan yang besar, karena untuk mencari informasi berkenaan tentang kebutuhan mad’u tidaklah mudah, bagaimana kita bisa mengorek informasi-informasi dari masyarakat setempat, agar mereka bisa terbuka dan memberikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
Psikologi merupakan salah satunya pendekatan yang bisa digunakan dalam membantu aktivitas dakwah, alasan sederhana yang bisa disodorkan adalah sekarang sudah tidak adanya peperangan seperti pada zaman Rasulullah dalam penyebaran agama Islam, untuk itu dibutuhkan strategi baru yang bisa diterima oleh semua kalangan, dalam buku biografi Kiai As’ad Syamsul Arifin, disebutkan bahwa dalam mengajak seseorang (berdakwah) hendaknya seperti mengambil ikan tetapi airnya tidak keruh[12], sungguh ungkapan yang syarat akan pendekatan psikologi, karena bagaimana kita mengajak orang kejalan yang baik, dan seseorang yang kita ajak seakan-akan tidak merasa kalau dirinya sedang dipengaruhi untuk menjadi insan yang bertaqwa, tidak dengan tindakan anarkis dan memaksakan kehendak.
Pendekatan psikologi meliputi dua aspek, yaitu[13]:
1.      Citra pandang dakwah terhadap manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan dibandingkan makhluk lainnya. Oleh karena itu, mereka harus dihadapi dengan pendekatan persuasif, hikmah dan kasih sayang.
2.      Realita pandang dakwah terhadap manusia yang di samping memiliki beberapa kelebihan, ia juga mempunyai berbagai macam kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu dakwah harus memandang setiap mitra dakwah sebagai manusia dengan segala problematikanya.
Masyarakat dakwah di Indonesia pada umumnya masih berkutat di seputar tabligh, yakni sekedar menyampaikan seruan atau informasi tentang Islam. Usaha mensosiali sasikan Islam dengan persuasif masih merupakan teori yang dipelajari di bangku kuliah atau didiskusikan dalam seminar-seminar, belum menjadi perencanaan apalagi program aksi yang terkordinasi. Orientasi dakwah di Indonesia pada umunya masih monoton, normatif dan idealistik. Para da'i pada umumnya belum tertarik dengan penelitian dakwah sehingga apa yang menjadi kebutuhan masyarakat mad'u tidak diketahui secara empirik, dan para da'i dalam dakwahnya hanya memberikan apa yang mereka punyai, bukan memberikan apa yang dibutuhkan. Kelompok masyarakat bermasalah termasuk yang belum diteliti oleh para da'i sehingga merekapun tidak tahu persis apa yang dibutuhkan.
Mengenali medan dakwah merupakan elemen terpenting dari dakwah karena keberhasilan dakwah itu sendiri akan ditentukan oleh proses eksplorasi awal yang dilakukan oleh seorang da’i. Masyarakat kota harus didekati dengan gaya kota, masyarakat desa harus didekati dengan gaya desa, contoh-contoh kasus yang di ketengahkan harus banyak disenergikan dengan media-media yang biasa diakrabi oleh masyarakat sehingga seorang da’i juga harus up-to-date.[14]  
Setelah di ketahui kondisi medan dakwah, ada tiga faktor yang sangat menentukan keberhasilan dakwah, antara lain, siapakah yang menyampaikan dakwah (komunikator), teknik penyampaian dakwah (Komunikasi), siapa penerima pesan dakwah (audien).[15]
1. Komunikator
Da’i maupun dai’yah yang berkiprah menunaikan tugas dakwah, hendaknya bisa meneladani apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah atau kalau di Jawa Wali Sanga di dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Seorang juru dakwah hendaknya bisa menjadi teladan, oleh karena itu da’i harus istiqomah dalam menjaga perilaku dan perkataan, jadi jangan sampai orang yang menyampaikan misi dakwah sama sekali tidak dapat dijadikanuswatun hasanah akibatnya mad’u pun merasa ragu menerima ajakan da’i tersebut.
2. Komunikasi
Komunikasi menjadi instrumen penting dan bertujuan agar transfer informasi dari da’i ke mad’u dapat berjalan dengan lancar, untuk itu dibutuhkan:
a.       Bahasa
Bahasa menjadi instrumen penting dalam kegiatan komunikasi, karena dengan adanya bahasa komunikasi antara satu orang dengan orang lain atau kelompok dapat berjalan dengan lancar, dapat menimbulkan pemahaman antara kedua belah pihak, tranfer informasi menjadi lebih mudah dipahami. Dan apabila kita kaitkan dengan aktifitas dakwah, menjadi salah satu penentu kesuksesan, semisal kita berpidato di depan audien di daerah pedesaan lalu kita menyampaikan isi dakwah dakwah dengan menggunakan bahasa perkotaan, tentu audien tidak akan nyambung atau tertarik dengan apa yang kita sampaikan. Contoh lagi, da’i berpidato yang rata-rata audiennya orang Madura, terus kita berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa, tentu komunikasi tersebut menjadi terhambat, karena tidak menimbulkan pemahaman pada salah satu pihak. Dari pembahasan tersebut dapat dipahami, bahwa dalam menyampaikan risalah dakwah harus memperhatikan unsur bahasa, berbahasa sesuai dengan apa yang dipahami, tidak berbahasa yang justru menimbulkan kebingungan bagi para audien. 
b.      Makna
Menyampaikan risalah dakwah hendaknya bisa menggugah audien untuk mau mengikuti ajakan da’i, untuk itu isi dari dakwah haruslah diperhatikan, tidak asal-asalan, dan dipersiapkan sesuai dengan sikon (situasi dan kondisi), karena adakalanya dalam kegiatan dakwah hanya terlihat humor dan syair-syair sehingga makna dari dakwah (ajakan, tuntunan, dan himbauan) menjadi hilang, malah lebih banyak aspek intertainnya. Walaupun dalam aspek penyampaian da’i mempunyai wewenang untuk mengatur materi, akan tetapi guna menunjang keberhasilan dakwah maka da’i tidak boleh egois, karena seorang da’i mempunyai misi mengajak seseorang menuju ridlo Allah.
3.      Audien
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor personal maupun situasional, faktor internal maupun faktor sosiokultural. Oleh karena itu, pengetahuan tetang krakteristik manusia sangat membantu tugas-tugas seorang da’i.[16] Untuk bisa mengetahui karakter suatu wilayah dakwah, maka diperlukan penelitian, dan sifat penelitian ada dua macam yaitu secara langsung ataupun tidak langsung,
1.                  Secara Langsung
Bisa dilakukan dengan datang ke lokasi yang akan di jadikan tempat dakwah, adapun praktisnya, dapat menjadikan metode observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap masyarakat setempat. Metode interview/wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab terhadap tokoh masyarakat ataupun kepada penduduk setempat guna mencari informasi berkenaan tentang kondisi masyarakat.
2.         Secara Tidak Langsung
Bisa dilakukan dengan memanfaatkan aspek media informasi dan teknologi, dengan membaca kondisi masyarakat setempat dengan cara membaca artikel dari internet ataupun dari buku-buku yang membahas kondisi sosial kemasyarakatan di daerah yang akan dijadikan lokasi dakwah.dalam metode ini, kita juga bisa memanfaatkan media telekomunikasi (HP, Telp) untuk melakukan interview dengan masyarakat setempat, dan bisa pula mencari informasi dengan penduduk setempat dengan menggunakan media surat menyurat. 

Kesimpulan
Agar dakwah itu berhasil, tentunya diperlukan suatu ramuan khusus yang dapat membaca kondisi tempat dan kondisi masyarakat baik dari aspek pengetahuannya ataupun aliran yang dimiliki sekalipun. Apalagi melihat luas wilayah Indonesia, dan jumlah penduduk bangsa ini yang mencapai dua ratus lima puluh juta jiwa, dapat dipastikan kemajemukan yang sangat beragam, mulai dari suku, budaya, adat istiadat, dan aliran kepercayaan.
Mengenali medan dakwah merupakan elemen terpenting dari dakwah karena keberhasilan dakwah itu sendiri akan ditentukan oleh proses eksplorasi awal yang dilakukan oleh seorang da’i. Masyarakat kota harus didekati dengan gaya kota, masyarakat desa harus didekati dengan gaya desa, contoh-contoh kasus yang diketengahkan harus banyak disinergikan dengan media-media yang biasa diakrabi oleh masyarakat sehingga seorang da’i juga harus up-to-date.  
               Setelah mendapatkan informasi dari medan dakwah, pendekatan psikologi merupakan salah satu pendekatan yang bisa diterapkan dalam menangani berbagai permasalahan mad’u, selain itu dalam berdakwah, juru dakwah sebaiknya memberikan apa yang dibutuhkan oleh mad’u/ komunikan, bukan memberikan apa yang dikuasai, karena umumnya da’i melakukan seperti itu.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Tim BP2M PP, “Salafiah Safi’iyah”, Kharisma Kiai As’ad di Mata Umat, (Yogyakarta; LkiS, 2003)
Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta; Mitra Pustaka, 2000)
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (ciputat; Logos, 1997)
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002)
Ali Aziz, Moh, Ilmu Dakwah, (Jakarta; Prenata Media, 2004)
Fathi Yakan, Problematika Dakwah dan Para Da’i, (Solo; Intermedia, 2005)
Aunur Rohim Faqih, Iip Wijayanto, Dasar-Dasar Retorika Dakwah, (Yogyakarta; LPPAI, 2004)
Rita L. Atkinson, Richard C. Atkinson, Edward E. Smith, Darly J. Bem,Pengantar Psikologi, (Batam; Interakasara, 1992)
Djamaluddin Ancok, Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005)

Senin, 02 September 2013

Konspirasi Jahat Freeport



Pada sekitar tahun 1961, Presiden Soekarno gencar merevisi kontrak pengelolaan minyak  dan tambang-tambang asing di Indonesia. Minimal sebanyak 60 persen dari keuntungan perusahaan minyak asing harus menjadi jatah rakyat Indonesia. Namun kebanyakan dari mereka, gerah dengan peraturan itu. Akibatnya, skenario jahat para elite dunia akhirnya mulai direncanakan terhadap negeri tercinta, Indonesia.

Pada akhir tahun 1996 lalu, sebuah artikel yang ditulis oleh seorang penulis Lisa Pease yang dimuat dalam majalah Probe. Tulisan ini juga disimpan dalam National Archive di Washington DC. Judul tulisan tersebut adalah “JFK, Indonesia, CIA and Freeport“.

Walau dominasi Freeport atas “gunung emas” di Papua telah dimulai sejak tahun 1967, namun kiprahnya di negeri ini ternyata sudah dimulai beberapa tahun sebelumnya.
Dalam tulisannya, Lisa Pease mendapatkan temuan jika Freeport Sulphur, demikian nama perusahaan itu awalnya, nyaris bangkrut berkeping-keping ketika terjadi pergantian kekuasaan di Kuba tahun pada tahun 1959.

Saat itu di Kuba, Fidel Castro berhasil menghancurkan rezim diktator Batista. Oleh Castro, seluruh perusahaan asing di negeri itu dinasionalisasikan.

Freeport Sulphur yang baru saja hendak melakukan pengapalan nikel produksi perdananya dari Kuba, akhirnya terkena imbasnya. Maka terjadi ketegangan di Kuba.

Menurut Lisa Pease, berkali-kali CEO Freeport Sulphur merencanakan upaya pembunuhan terhadap Fidel Castro, namun berkali-kali pula menemui kegagalan.

Ditengah situasi yang penuh ketidakpastian, pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan dengan Direktur pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen.

Dalam pertemuan itu Gruisen bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan penelitian atas Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jacques Dozy di tahun 1936.

Uniknya, laporan itu sebenarnya sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan selama bertahun-tahun begitu saja di perpustakaan Belanda.
Namun, Van Gruisen tertarik dengan laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan kemudian membacanya.

Dengan berapi-api, Van Gruisen bercerita kepada pemimpin Freeport Sulphur itu jika selain memaparkan tentang keindahan alamnya, Jean Jaques Dozy juga menulis tentang kekayaan alamnya yang begitu melimpah.

Tidak seperti wilayah lainnya diseluruh dunia, maka kandungan biji tembaga yang ada disekujur tubuh Gunung Ersberg itu terhampar di atas permukaan tanah, jadi tidak tersembunyi di dalam tanah.

Mendengar hal itu, Wilson sangat antusias dan segera melakukan perjalanan ke Irian Barat untuk mengecek kebenaran cerita itu. Di dalam benaknya, jika kisah laporan ini benar, maka perusahaannya akan bisa bangkit kembali dan selamat dari kebangkrutan yang sudah di depan mata.

Selama beberapa bulan, Forbes Wilson melakukan survey dengan seksama atas Gunung Ersberg dan juga wilayah sekitarnya. Penelitiannya ini kelak ditulisnya dalam sebuah buku berjudul The Conquest of Cooper Mountain.

Wilson menyebut gunung tersebut sebagai harta karun terbesar, yang untuk memperolehnya tidak perlu menyelam lagi karena semua harta karun itu telah terhampar di permukaan tanah.

Dari udara, tanah disekujur gunung tersebut berkilauan ditimpa sinar matahari. Wilson juga mendapatkan temuan yang nyaris membuatnya gila. Karena selain dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut ternyata juga dipenuhi bijih emas dan perak!!

Menurut Wilson, seharusnya gunung tersebut diberi nama GOLD MOUNTAIN, bukan Gunung Tembaga. Sebagai seorang pakar pertambangan, Wilson memperkirakan jika Freeport akan untung besar, hanya dalam waktu tiga tahun pasti sudah kembali modal. Pimpinan Freeport Sulphur ini pun bergerak dengan cepat.

Pada 1 Februari 1960, Freeport Sulphur meneken kerjasama dengan East Borneo Company untuk mengeksplorasi gunung tersebut.

Namun lagi-lagi Freeport Sulphur mengalami kenyataan yang hampir sama dengan yang pernah dialaminya di Kuba. Perubahan eskalasi politik atas tanah Irian Barat tengah mengancam. Hubungan Indonesia dan Belanda telah memanas dan Soekarno malah mulai menerjunkan pasukannya di Irian Barat.

Tadinya Wilson ingin meminta bantuan kepada Presiden AS John Fitzgerald Kennedy (JFK) agar mendinginkan Irian Barat. Namun ironisnya, JFK malah sepertinya mendukung Soekarno.

Kennedy mengancam Belanda, akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda yang saat itu memerlukan bantuan dana segar untuk membangun kembali negerinya dari puing-puing kehancuran akibat Perang Dunia II, terpaksa mengalah dan mundur dari Irian Barat.

Ketika itu sepertinya Belanda tidak tahu jika Gunung Ersberg sesungguhnya mengandung banyak emas, bukan tembaga. Sebab jika saja Belanda mengetahui fakta sesungguhnya, maka nilai bantuan Marshall Plan yang diterimanya dari AS tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan nilai emas yang ada di gunung tersebut.

Dampak dari sikap Belanda untuk mundur dari Irian Barat menyebabkan perjanjian kerjasama dengan East Borneo Company mentah kembali. Para pemimpin Freeport jelas marah besar.

Apalagi mendengar Kennedy akan menyiapkan paket bantuan ekonomi kepada Indonesia sebesar 11 juta AS dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Semua ini jelas harus dihentikan!

Segalanya berubah seratus delapan puluh derajat ketika Presiden Kennedy tewas ditembak pada 22 November 1963.

Banyak kalangan menyatakan penembakan Kennedy merupakan sebuah konspirasi besar menyangkut kepentingan kaum Globalis yang hendak mempertahankan hegemoninya atas kebijakan politik di Amerika.

Presiden Johnson yang menggantikan Kennedy mengambil sikap yang bertolak belakang dengan pendahulunya. Johnson malah mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia, kecuali kepada militernya.

Salah seorang tokoh di belakang keberhasilan Johnson, termasuk dalam kampanye pemilihan presiden AS tahun 1964, adalah Augustus C.Long, salah seorang anggota dewan direksi Freeport.

Tokoh yang satu ini memang punya kepentingan besar atas Indonesia. Selain kaitannya dengan Freeport, Long juga memimpin Texaco, yang membawahi Caltex (patungan dengan Standard Oil of California).

Soekarno pada tahun 1961 memutuskan kebijakan baru kontrak perminyakan yang mengharuskan 60 persen labanya diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Caltex sebagai salah satu dari tiga operator perminyakan di Indonesia jelas sangat terpukul oleh kebijakan Soekarno ini.

Augustus C.Long amat marah terhadap Soekarno dan amat berkepentingan agar orang ini disingkirkan secepatnya.

Mungkin suatu kebetulan yang ajaib, Augustus C. Long juga aktif di Presbysterian Hospital di New York, dimana dia pernah dua kali menjadi presidennya (1961-1962).

Sudah bukan rahasia umum lagi jika tempat ini merupakan salah satu simpul pertemuan tokoh CIA.
Lisa Pease dengan cermat menelusuri riwayat kehidupan tokoh ini. Antara tahun 1964 sampai 1970, Long pensiun sementara sebagai pemimpin Texaco.

Apa saja yang dilakukan orang ini dalam masa itu, yang di Indonesia dikenal sebagai “masa yang paling krusial”.

Pease mendapatkan data jika pada Maret 1965, Augustus C. Long terpilih sebagai Direktur Chemical Bank, salah satu perusahaan Rockefeller. Pada bulan Agustus 1965, Long diangkat menjadi anggota dewan penasehat intelejen kepresidenan AS untuk masalah luar negeri.

Badan ini memiliki pengaruh sangat besar untuk menentukan operasi rahasia AS di negara-negara tertentu. Long diyakini salah satu tokoh yang merancang kudeta terhadap Soekarno, yang dilakukan AS dengan menggerakkan sejumlah perwira Angkatan Darat yang disebutnya sebagai Our Local Army Friend.

Sedangkan menurut pengamat sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Asvi Marwan Adam, Soekarno benar-benar ingin sumber daya alam Indonesia dikelola oleh anak bangsa sendiri.

Asvi juga menuturkan, sebuah arsip di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengungkapkan pada 15 Desember 1965 sebuah tim dipimpin oleh Chaerul Saleh di Istana Cipanas sedang membahas nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia.

Soeharto yang pro-pemodal asing, datang ke sana menumpang helikopter. Dia menyatakan kepada peserta rapat, bahwa dia dan Angkatan Darat tidak setuju rencana nasionalisasi perusahaan asing itu.
“Soeharto sangat berani saat itu, Bung Karno juga tidak pernah memerintahkan seperti itu,” kata Asvi.

Sebelum tahun 1965, seorang taipan dari Amerika Serikat menemui Soekarno. Pengusaha itu menyatakan keinginannya berinvestasi di Papua. Namun Soekarno menolak secara halus.

“Saya sepakat dan itu tawaran menarik. Tapi tidak untuk saat ini, coba tawarkan kepada generasi setelah saya,” ujar Asvi menirukan jawaban Soekarno.

Soekarno berencana modal asing baru masuk Indonesia 20 tahun lagi, setelah putra-putri Indonesia siap mengelola. Dia tidak mau perusahaan luar negeri masuk, sedangkan orang Indonesia masih memiliki pengetahuan nol tentang alam mereka sendiri. Oleh karenanya sebagai persiapan, Soekarno mengirim banyak mahasiswa belajar ke negara-negara lain.

Soekarno boleh saja membuat tembok penghalang untuk asing dan mempersiapkan calon pengelola negara.

Namun Asvi menjelaskan bahwa usaha pihak luar yang bernafsu ingin mendongkel kekuasaan Soekarno, tidak kalah kuat!

Setahun sebelumnya yaitu pada tahun 1964, seorang peneliti diberi akses untuk membuka dokumen penting Departemen Luar Negeri Pakistan dan menemukan surat dari duta besar Pakistan di Eropa.

Dalam surat per Desember 1964, diplomat itu menyampaikan informasi rahasia dari intel Belanda yang mengatakan bahwa dalam waktu dekat, Indonesia akan beralih ke Barat.
Lisa menjelaskan maksud dari informasi itu adalah akan terjadi kudeta di Indonesia oleh partai komunis.

Sebab itu, angkatan darat memiliki alasan kuat untuk menamatkan Partai Komunis Indonesia (PKI), setelah itu membuat Soekarno menjadi tahanan.

Telegram rahasia dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa pada April 1965 menyebut Freeport Sulphur sudah sepakat dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan puncak Erstberg di Papua.

Salah satu bukti sebuah telegram rahasia Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, yang menyatakan ada pertemuan para penglima tinggi dan pejabat Angkatan Darat Indonesia membahas rencana darurat itu, bila Presiden Soekarno meninggal.
Namun kelompok yang dipimpin Jenderal Soeharto tersebut ternyata bergerak lebih jauh dari rencana itu. Jenderal Suharto justru mendesak angkatan darat agar mengambil-alih kekuasaan tanpa menunggu Soekarno berhalangan.

Mantan pejabat CIA Ralph Mc Gehee juga pernah bersaksi bahwa semuanya itu memang benar adanya. Maka dibuatlah PKI sebagai kambing hitam sebagai tersangka pembunuhan 7 Dewan Jenderal yang pro Sukarno melalui Gerakan 30 September yang didalangi oleh PKI, atau dikenal oleh pro-Suharto sebagai “G-30/S-PKI” dan disebut juga sebagai Gestapu (Gerakan Tiga Puluh) September oleh pro-Sukarno.

Setelah pecahnya peristiwa Gerakan 30 September 1965, keadaan negara Indonesia berubah total.
Terjadi kudeta yang telah direncanakan dengan “memelintir dan mengubah” isi Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) 1966, yang pada akhirnya isi dari surat perintah itu disalahartikan.

Dalam Supersemar, Sukarno sebenarnya hanya memberi mandat untuk mengatasi keadaan negara yang kacau-balau kepada Suharto, bukan justru menjadikannya menjadi seorang presiden.

Dalam artikel berjudul JFK, Indonesia, CIA, and Freeport yang diterbitkan majalah Probe edisi Maret-April 1996, Lisa Pease menulis bahwa akhirnya pada awal November 1965, satu bulan setelah tragedi terbunuhnya sejumlah perwira loyalis Soekarno (yang dikenal juga sebagai 7 dewan Jenderal yang dibunuh PKI), Forbes Wilson mendapat telpon dari Ketua Dewan Direktur Freeport, Langbourne Williams, yang menanyakan, “Apakah Freeport sudah siap untuk mengekplorasi gunung emas di Irian Barat?”

Forbes Wilson jelas kaget. Dengan jawaban dan sikap tegas Sukarno yang juga sudah tersebar di dalam dunia para elite-elite dan kartel-kartel pertambangan dan minyak dunia, Wilson tidak percaya mendengar pertanyaan itu.

Dia berpikir Freeport masih akan sulit mendapatkan izin karena Soekarno masih berkuasa. Ketika itu Soekarno masih sah sebagai presiden Indonesia bahkan hingga 1967, lalu darimana Williams yakin gunung emas di Irian Barat akan jatuh ke tangan Freeport?

Lisa Pease mendapatkan jawabannya. Para petinggi Freeport ternyata sudah mempunyai kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elit Indonesia. Oleh karenanya, usaha Freeport untuk masuk ke Indonesia akan semakin mudah.

Beberapa elit Indonesia yang dimaksud pada era itu diantaranya adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan pada saat itu Ibnu Soetowo .

Namun pada saat penandatanganan kontrak dengan Freeport, juga dilakukan oleh menteri Pertambangan Indonesia selanjutnya yaitu Ir. Slamet Bratanata.
Selain itu juga ada seorang bisnisman sekaligus “makelar” untuk perusahaan-perusahaan asing yaitu Julius Tahija.

Julius Tahija berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport.
Dalam bisnis ia menjadi pelopor dalam keterlibatan pengusaha lokal dalam perusahaan multinasional lainnya, antara lain terlibat dalam PT Faroka, PT Procter & Gambler (Inggris), PT Filma, PT Samudera Indonesia, Bank Niaga, termasuk Freeport Indonesia.

Sedangkan Ibnu Soetowo sendiri sangat berpengaruh di dalam angkatan darat, karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasional mereka.

Sebagai bukti adalah dilakukannya pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) pada 1967 yaitu UU no 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang draftnya dirancang di Jenewa-Swiss yang didektekan oleh Rockefeller seorang Bilderberger dan disahkan tahun 1967.

Maka, Freeport menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.

Bukan saja menjadi lembek, bahkan sejak detik itu, akhirnya Indonesia menjadi negara yang sangat tergantung terhadap Amerika, hingga kini, dan mungkin untuk selamanya.

Bahkan beberapa bulan sebelumnya yaitu pada 28 Februari 1967 secara resmi pabrik BATA yang terletak di Ibukota Indonesia (Kalibata) juga diserahkan kembali oleh Pemerintah Indonesia kepada pemiliknya. Penandatanganan perjanjian pengembalian pabrik Bata dilakukan pada bulan sesudahnya, yaitu tanggal 3 Maret 1967.

Padahal pada masa sebelumnya sejak tahun 1965 pabrik Bata ini telah dikuasai pemerintah. Jadi untuk apa dilakukan pengembalian kembali? Dibayar berapa hak untuk mendapatkan atau memiliki pabrik Bata itu kembali? Kemana uang itu? Jika saja ini terjadi pada masa sekarang, pasti sudah heboh akibat pemberitaan tentang hal ini.

Namun ini baru langkah-langkah awal dan masih merupakan sesuatu yang kecil dari sepak terjang Suharto yang masih akan menguasai Indonesia untuk puluhan tahun mendatang yang kini diusulkan oleh segelintir orang agar ia mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Nasional. 

Penandatangan penyerahan kembali pabrik Bata dilakukan oleh Drs. Barli Halim, pihak Indonesia dan Mr. Bata ESG Bach.

Masih ditahun yang sama 1967, perjanjian pertama antara Indonesia dan Freeport untuk mengeksploitasi tambang di Irian Jaya juga dilakukan, tepatnya pada tanggal 7 April perjanjian itu ditandatangani.

Akhirnya, perusahaan Freeport Sulphur of Delaware, AS pada Jumat 7 April 1967 menandatangani kontrak kerja dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan tembaga di Papua Barat. Freeport diperkirakan menginvestasikan 75 hingga 100 juta dolar AS.

Penandatanganan bertempat di Departemen Pertambangan, dengan Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Pertambangan Ir. Slamet Bratanata dan Freeport oleh Robert C. Hills (Presiden Freeport Shulpur) dan Forbes K. Wilson (Presiden Freeport Indonesia), anak perusahan yang dibuat untuk kepentingan ini. Disaksikan pula oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Marshall Green.

Freeport mendapat hak konsensi lahan penambangan seluas 10.908 hektar untuk kontrak selama 30 tahun terhitung sejak kegiatan komersial pertama dilakukan. Pada Desember 1972 pengapalan 10.000 ton tembaga pertama kali dilakukan dengan tujuan Jepang.

Dari penandatanganan kontrak inilah yang kemudian menjadi dasar penyusunan Undang-Undang Pertambangan No. 11 Tahun 1967 yang disahkan pada Desember 1967.

Inilah kali pertama kontrak pertambangan yang baru dibuat. Jika di zaman Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, maka sejak Suharto berkuasa, kontrak-kontrak seperti itu malah merugikan Indonesia.

Setelah itu juga ikut ditandatangani kontrak eksplorasi nikel di pulau Irian Barat dan di area Waigee Sentani oleh PT Pacific Nickel Indonesia dan Kementerian Pertambangan Republik Indonesia.

Perjanjian dilakukan oleh E. OF Veelen (Koninklijke Hoogovens), Soemantri Brodjonegoro (yaitu Menteri Pertambangan RI selanjutnya yang menggantikan Ir. Slamet Bratanata) dan RD Ryan (U.S. Steel).

Pacific Nickel Indonesia adalah perusahaan yang didirikan oleh Dutch Koninklijke Hoogovens, Wm. H. MÜLLER, US Steel, Lawsont Mining dan Sherritt Gordon Mines Ltd.

Namun menurut penulis, perjanjian-perjanjian pertambangan di Indonesia banyak keganjilan.
Contohnya seperti tiga perjanjian diatas saja dulu dari puluhan atau mungkin ratusan perjanjian dibidang pertambangan. Terlihat dari ketiga perjanjian diatas sangat meragukan kebenarannya.

Pertama, perjanjian pengembalian pabrik Bata, mengapa dikembalikan? apakah rakyat Indonesia tak bisa membuat seperangkat sendal atau sepatu? sangat jelas ada konspirasi busuk yang telah dimainkan disini.

Kedua, perjanjian penambangan tembaga oleh Freeport, apakah mereka benar-benar menambang tembaga?
Saya sangat yakin mereka menambang emas, namun diperjanjiannya tertulis menambang tembaga.
Tapi karena pada masa itu tak ada media, bagaimana jika semua ahli geologi Indonesia dan para pejabat yang terkait di dalamnya diberi setumpuk uang? Walau tak selalu, tapi didalam pertambangan tembaga kadang memang ada unsur emasnya.

Perjanjian ketiga adalah perjanjian penambangan nikel oleh Pasific Nickel, untuk kedua kalinya, apakah mereka benar-benar menambang nikel?

Saya sangat yakin mereka menambang perak, namun diperjanjiannya tertulis menambang nikel.
Begitulah seterusnya, semua perjanjian-perjanjian pengeksplotasian tambang-tambang di bumi Indonesia dilakukan secara tak wajar, tak adil dan terus-menerus serta perjanjian-perjanjian tersebut akan berlaku selama puluhan bahkan ratusan tahun kedepan.

Kekayaan alam Indonesia pun digadaikan, kekayaan Indonesia pun terjual, dirampok, dibawa kabur kenegara-negara pro-zionis, itupun tanpa menyejahterakan rakyat Indonesia selama puluhan tahun.

“Saya melihat seperti balas budi Indonesia ke Amerika Serikat karena telah membantu menghancurkan komunis, yang konon bantuannya itu dengan senjata,” tutur pengamat sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Asvi Marwan Adam.

Untuk membangun konstruksi pertambangan emasnya itu, Freeport mengandeng Bechtel, perusahaan AS yang banyak mempekerjakan pentolan CIA. Direktur CIA John McCone memiliki saham di Bechtel, sedangkan mantan Direktur CIA Richards Helms bekerja sebagai konsultan internasional di tahun 1978.

Tahun 1980, Freeport menggandeng McMoran milik Jim Bob Moffet dan menjadi perusahaan raksasa dunia dengan laba lebih dari 1,5 miliar dollar AS pertahun.

Tahun 1996, seorang eksekutif Freeport-McMoran, George A.Maley, menulis sebuah buku berjudul “Grasberg” setebal 384 halaman dan memaparkan jika tambang emas di Irian Barat itu memiliki deposit terbesar di dunia, sedangkan untuk bijih tembaganya menempati urutan ketiga terbesar didunia.

Maley menulis, data tahun 1995 menunjukkan jika di areal ini tersimpan cadangan bijih tembaga sebesar 40,3 miliar dollar AS dan masih akan menguntungkan untuk 45 tahun ke depan.

Ironisnya, Maley dengan bangga juga menulis jika biaya produksi tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang ada di Irian Barat itu merupakan yang termurah di dunia!!

Istilah Kota Tembagapura itu sebenarnya menyesatkan dan salah. Seharusnya EMASPURA. 

Karena gunung tersebut memang gunung emas, walau juga mengandung tembaga. Karena kandungan emas dan tembaga terserak di permukaan tanah, maka Freeport tinggal memungutinya dan kemudian baru menggalinya dengan sangat mudah.

Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu dan membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Tambang Grasberg (Grasberg Mine) atau Tembagapura sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru dimana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika.

Ini sungguh-sungguh perampokan besar yang direstui oleh pemerintah Indonesia sampai sekarang!!
Seharusnya patut dipertanyakan, mengapa kota itu bernama Tembagapura?

Apakah pada awalnya pihak Indonesia sudah “dibohongi” tentang isi perjanjian penambangan dan hanya ditemukan untuk mengeksploitasi tembaga saja?

Jika iya, perjanjian penambangan harus direvisi ulang karena mengingat perjanjian pertambangan biasanya berlaku untuk puluhan tahun kedepan!

Menurut kesaksian seorang reporter CNN yang diizinkan meliput areal tambang emas Freeport dari udara. Dengan helikopter ia meliput gunung emas tersebut yang ditahun 1990-an sudah berubah menjadi lembah yang dalam.

Semua emas, perak, dan tembaga yang ada digunung tersebut telah dibawa kabur ke Amerika, meninggalkan limbah beracun yang mencemari sungai-sungai dan tanah-tanah orang Papua hingga ratusan tahun kedepan.

Freeport juga merupakan ladang uang haram bagi para pejabat negeri ini di era Suharto, dari sipil hingga militer.

Sejak 1967 sampai sekarang, tambang emas terbesar di dunia itu menjadi tambang pribadi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya.

Freeport McMoran sendiri telah menganggarkan dana untuk itu yang walau jumlahnya sangat besar bagi kita, namun bagi mereka terbilang kecil karena jumlah laba dari tambang itu memang sangat dahsyat. Jika Indonesia mau mandiri, sektor inilah yang harus dibereskan terlebih dahulu.

Itu pula yang menjadi salah satu sebab, siapapun yang akan menjadi presiden Indonesia kedepannya, tak akan pernah mampu untuk mengubah perjanjian ini dan keadaan ini.

Karena, jika presiden Indonesia siapapun dia, mulai berani mengutak-atik tambang-tambang para elite dunia, maka mereka akan menggunakan seluruh kekuatan politik dengan media dan militernya yang sangat kuatnya di dunia, dengan cara menggoyang kekuasaan presiden Indonesia.

Kerusuhan, adu domba, agen rahasia, mata-mata, akan disebar diseluruh pelosok negeri agar rakyat Indonesia merasa tak aman, tak puas, lalu akan meruntuhkan kepemimpinan presidennya siapapun dia.

Inilah salah satu “warisan” orde baru, new order, new world order di era kepemimpinan rezim dan diktator Suharto selama lebih dari tiga dekade.

Suharto, presiden Indonesia selama 32 tahun yang selalu tersenyum dengan julukannya “the smilling General” , presiden satu-satunya di dunia yang sudi melantik dirinya sendiri menjadi Jenderal bintang lima, namun masih banyak yang ingin menjadikannya pahlawan nasional, karena telah sukses menjual kekayaan alam dari dasar laut hingga puncak gunung, dari Sabang hingga Merauke, yaitu negeri tercinta ini, Indonesia yang besar, Indonesia Raya. (berbagai sumber).