Dakwah dan Psikologi
Oleh: Faiz Aminuddin, S.Sos.I, MA
Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan dalam
dakwah adalah pendekatan psikologi, walaupun termasuk disiplin ilmu yang
tergolong masih muda, akan tetapi keberadaannya langsung menyita perhatian,
karena dengan adanya psikologi, banyak terjadi perubahan-perubahan baru
berkenaan cara pandang seseorang terhadap suatu persoalan.
Psikologi berasal dari kata latin, yang
berarti psyche jiwa, dan logos ilmu, dan bila digabungkan menjadi
ilmu jiwa. Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari perilaku dan proses mental.[7]Dengan
mempelajari tingkah laku dan kejiwaan manusia, psikologi mampu melihat
gejala-gejala yang dialami oleh seseorang, dan hal itu sangat membantu dalam
proses dakwah, dengan adanya pengetahuan seperti itu, diharapkan da’i akan
lebih mampu untuk bisa menguasai mad’u.
Melakukan suatu kegiatan bila ingin mencapai suatu keberhasilan pastilah
ada cara-cara tersendiri, begitu pula dengan kegiatan dakwah, pastilah ada
metode-metode khusus supaya dakwah kita bisa diterima oleh mad’u dengan baik,
yaitu dengan melihat kondisi masyarakat yang akan dijadikan tempat dakwah, kita
tidak memungkiri, bahwasaanya wilayah Indonesia yang luas juga mempunyai
kebudayaan yang beragam, dengan karakter masyarakat satu dengan yang lainnya
berbeda, ada yang halus, ada yang keras, bahkan ada yang sangat kasar, untuk
itu perlu membangun sebuah komunikasi yang efektif, yang bisa mengena sasaran
dakwah sesuai dengan keadaan masyarakat setempat.
Agar kegiatan dakwah dapat berlangsung lancar dan berhasil dengan baik
diperlukan pengetahuan tentang psikologi dakwah, karena kegiatan dakwah pada
dasarnya adalah kegiatan penyampaian informasi dari seseorang kepada orang
lain, maka perlu dikaji faktor apa saja yang merupakan penghambat dan pelancar
kegiatan transformasi informasi. Faktor yang menghambat dan memperlancar
penyampaian informasi dapat diketahui dari prinsip-prinsip psikologi
komunikasi.[8]
Metode yang digunakan oleh pergerakan Islam selama
beberapa tahun yang lalu benar-benar membutuhkan inovasi dan pengembangan, agar
dapat menyentuh problematika Islam, peristiwa, serta situasi dan kondisi yang
melingkupinya. Demikian juga, mencermati perbedaan-perbedaan mendasar tentang
sejumlah karakteristik antara satu wilayah dengan wilayah lain dan antara
sebuah lingkungan dengan lingkungan yang lain sangat penting dalam melakukan
inovasi dan pengembangan ini, sehinga inovasi dan pengembangan yang dilakukan
bisa dengan situasi dan kondisi kontekstual yang ada. Apa yang cocok untuk
sebuah gerakan dakwah disebuah lingkungan, tidak bisa diterapkan secara persis
untuk segala lingkungan.Manhaj dan metode yang digunakan pada
sebuah tempat dan waktu tertentu, tidak bisa diterapkan begitu saja secara
total disetiap ruang dan waktu yang berbeda.[9]
Melihat perpaduan antara dakwah dengan psikologi
memperlihatkan adanya saling keterikatan, karena objek dakwah adalah manusia,
dan objek psikologi adalah tingkah laku manusia, dan manusia pasti tidak akan
lepas dari sebuah tindakan (action), dan dengan adanya psikologi
kita bisa mengantisipasi aspek penghambat dan pelancar kegiatan dakwah, agar
bisa dimaksimalkan lagi.
Tinjauan Psikologi Terhadap Kondisi Masyarakat
Tugas dakwah merupakan tugas semua muslim, sebagaimana Allah mengutus
Rasulullah untuk selalu menegakkan dakwah di mana pun berada, kita juga sebagai
umat Nabi Muhammad diperintahkan untuk meneruskan dan senantiasa mengajak
kepada mereka yang belum beriman maupun yang sudah beriman untuk bertaqwa
kepada Allah dan tetap istiqomah menjalankan ibadah kepadaNya bagi mereka yang
sudah beriman, dengan cara saling memberikan wasiat ataupun nasihat.
Dalam Hadist dikatakan barang siapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah
dengan tanganmu apabila tidak bisa maka ubahlah dengan hati dan itu adalah selemah-lemahnya
iman. Dengan demikian dakwah merupakan kewajiban bagi setiap mukmin, agar
senantiasa manusia ini melakukan kebaikan dan manakala manusia melakukan
perbuatan mungkar, maka kewajiban setiap mukmin untuk meluruskannya.[10]
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwasannya psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari perilaku dan proses mental manusia. Kalau kita merenungkan secara
cermat, proses dakwah akan semakin tepat dan efektif manakala prilaku dan
psikis mad’u dapat kita ketahui, tentunya diperlukan suatu ramuan khusus yang dapat membaca kondisi tempat
dan kondisi masyarakat baik dari aspek pengetahuannya ataupun aliran yang
dimiliki sekalipun.[11]Apalagi
melihat luas wilayah Indonesia, dan jumlah penduduk bangsa ini yang mencapai
dua ratus lima puluh juta jiwa, bisa dapat dipastikan kemajemukan yang sangat
beragam.
Indonesia mempunyai kekayaan suku, ras, bahasa dan ribuan pulau, terdiri
dari 33 provinsi, jumlah penduduk yang hampir mencapai 250.000.000 juta jiwa,
dari sekian banyak suku, daerah, serta jumlah penduduk, maka kita tidak bisa
memungkiri bahwa akan ada banyak perbedaan budaya, adat istiadat, dan bahasa,
untuk itu perlu dilakukan sebuah upaya untuk mewujudkan dakwah yang humanis
yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat atau komunikan. Hambatan-hambatan
yang dihadapi akan lebih ringan manakala kita mampu menguasai kondisi
masyarakat, mulai dari suku, budaya, adat istiadat, dan aliran kepercayaan.
Harusnya dengan adanya keberagaman yang dimiliki oleh bangsa ini, membuat
para juru dakwah untuk lebih giat lagi, lebih kreatif dan inovatif dalam
memberikan tausiyahnya kepada para mad’u, dengan cara
mengidentifikasi persoalan-persoalan yang tengah dihadapi oleh mad’u atau komunikan,
dengan cara seperti itu, maka materi yang akan disampaikan akan lebih mudah
diterima, karena itu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Memang untuk
melakukan sebuah penelitian dakwah, membutuhkan perjuangan yang besar, karena
untuk mencari informasi berkenaan tentang kebutuhan mad’u tidaklah mudah,
bagaimana kita bisa mengorek informasi-informasi dari masyarakat setempat, agar
mereka bisa terbuka dan memberikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
Psikologi merupakan salah satunya pendekatan yang bisa digunakan dalam
membantu aktivitas dakwah, alasan sederhana yang bisa disodorkan adalah
sekarang sudah tidak adanya peperangan seperti pada zaman Rasulullah dalam
penyebaran agama Islam, untuk itu dibutuhkan strategi baru yang bisa diterima
oleh semua kalangan, dalam buku biografi Kiai As’ad Syamsul Arifin, disebutkan
bahwa dalam mengajak seseorang (berdakwah) hendaknya seperti mengambil
ikan tetapi airnya tidak keruh[12],
sungguh ungkapan yang syarat akan pendekatan psikologi, karena bagaimana kita
mengajak orang kejalan yang baik, dan seseorang yang kita ajak seakan-akan
tidak merasa kalau dirinya sedang dipengaruhi untuk menjadi insan yang bertaqwa,
tidak dengan tindakan anarkis dan memaksakan kehendak.
Pendekatan psikologi meliputi dua aspek, yaitu[13]:
1. Citra
pandang dakwah terhadap manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan
dibandingkan makhluk lainnya. Oleh karena itu, mereka harus dihadapi dengan
pendekatan persuasif, hikmah dan kasih sayang.
2. Realita
pandang dakwah terhadap manusia yang di samping memiliki beberapa kelebihan, ia
juga mempunyai berbagai macam kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu
dakwah harus memandang setiap mitra dakwah sebagai manusia dengan segala
problematikanya.
Masyarakat dakwah di Indonesia pada umumnya masih berkutat di seputar
tabligh, yakni sekedar menyampaikan seruan atau informasi tentang Islam. Usaha
mensosiali sasikan Islam dengan persuasif masih merupakan teori yang
dipelajari di bangku kuliah atau didiskusikan dalam seminar-seminar, belum menjadi
perencanaan apalagi program aksi yang terkordinasi. Orientasi dakwah di
Indonesia pada umunya masih monoton, normatif dan idealistik. Para da'i
pada umumnya belum tertarik dengan penelitian dakwah sehingga apa yang menjadi
kebutuhan masyarakat mad'u tidak diketahui secara empirik, dan para da'i dalam
dakwahnya hanya memberikan apa yang mereka punyai, bukan memberikan apa yang
dibutuhkan. Kelompok masyarakat bermasalah termasuk yang belum diteliti oleh
para da'i sehingga merekapun tidak tahu persis apa yang dibutuhkan.
Mengenali medan dakwah merupakan elemen terpenting
dari dakwah karena keberhasilan dakwah itu sendiri akan ditentukan oleh proses
eksplorasi awal yang dilakukan oleh seorang da’i. Masyarakat kota harus
didekati dengan gaya kota, masyarakat desa harus didekati dengan gaya desa,
contoh-contoh kasus yang di ketengahkan harus banyak disenergikan dengan
media-media yang biasa diakrabi oleh masyarakat sehingga seorang da’i juga
harus up-to-date.[14]
Setelah di ketahui kondisi medan dakwah, ada tiga
faktor yang sangat menentukan keberhasilan dakwah, antara lain, siapakah yang
menyampaikan dakwah (komunikator), teknik penyampaian dakwah (Komunikasi),
siapa penerima pesan dakwah (audien).[15]
1. Komunikator
Da’i maupun dai’yah yang berkiprah menunaikan tugas dakwah, hendaknya bisa
meneladani apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah atau kalau di Jawa Wali
Sanga di dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar. Seorang juru
dakwah hendaknya bisa menjadi teladan, oleh karena itu da’i harus istiqomah
dalam menjaga perilaku dan perkataan, jadi jangan sampai orang yang
menyampaikan misi dakwah sama sekali tidak dapat dijadikanuswatun
hasanah akibatnya mad’u pun merasa ragu menerima ajakan da’i tersebut.
2. Komunikasi
Komunikasi menjadi instrumen penting dan bertujuan
agar transfer informasi dari da’i ke mad’u dapat berjalan dengan lancar, untuk
itu dibutuhkan:
a. Bahasa
Bahasa menjadi instrumen penting dalam kegiatan
komunikasi, karena dengan adanya bahasa komunikasi antara satu orang
dengan orang lain atau kelompok dapat berjalan dengan lancar, dapat menimbulkan
pemahaman antara kedua belah pihak, tranfer informasi menjadi lebih mudah
dipahami. Dan apabila kita kaitkan dengan aktifitas dakwah, menjadi salah satu
penentu kesuksesan, semisal kita berpidato di depan audien di daerah pedesaan
lalu kita menyampaikan isi dakwah dakwah dengan menggunakan bahasa perkotaan,
tentu audien tidak akan nyambung atau tertarik dengan apa yang kita sampaikan.
Contoh lagi, da’i berpidato yang rata-rata audiennya orang Madura, terus kita
berbicara dengan menggunakan bahasa Jawa, tentu komunikasi tersebut menjadi
terhambat, karena tidak menimbulkan pemahaman pada salah satu pihak. Dari
pembahasan tersebut dapat dipahami, bahwa dalam menyampaikan risalah dakwah
harus memperhatikan unsur bahasa, berbahasa sesuai dengan apa yang dipahami,
tidak berbahasa yang justru menimbulkan kebingungan bagi para audien.
b. Makna
Menyampaikan risalah dakwah hendaknya bisa
menggugah audien untuk mau mengikuti ajakan da’i, untuk itu isi dari dakwah
haruslah diperhatikan, tidak asal-asalan, dan dipersiapkan sesuai dengan sikon
(situasi dan kondisi), karena adakalanya dalam kegiatan dakwah hanya terlihat
humor dan syair-syair sehingga makna dari dakwah (ajakan, tuntunan, dan
himbauan) menjadi hilang, malah lebih banyak aspek intertainnya. Walaupun dalam
aspek penyampaian da’i mempunyai wewenang untuk mengatur materi, akan tetapi
guna menunjang keberhasilan dakwah maka da’i tidak boleh egois, karena seorang
da’i mempunyai misi mengajak seseorang menuju ridlo Allah.
3. Audien
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor
personal maupun situasional, faktor internal maupun faktor sosiokultural. Oleh
karena itu, pengetahuan tetang krakteristik manusia sangat membantu tugas-tugas
seorang da’i.[16] Untuk
bisa mengetahui karakter suatu wilayah dakwah, maka diperlukan penelitian, dan
sifat penelitian ada dua macam yaitu secara langsung ataupun tidak langsung,
1. Secara
Langsung
Bisa dilakukan dengan datang ke lokasi yang akan di
jadikan tempat dakwah, adapun praktisnya, dapat menjadikan metode observasi,
yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap masyarakat setempat. Metode
interview/wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab terhadap tokoh
masyarakat ataupun kepada penduduk setempat guna mencari informasi berkenaan
tentang kondisi masyarakat.
2. Secara
Tidak Langsung
Bisa dilakukan dengan memanfaatkan aspek media informasi dan teknologi,
dengan membaca kondisi masyarakat setempat dengan cara membaca artikel dari
internet ataupun dari buku-buku yang membahas kondisi sosial kemasyarakatan di
daerah yang akan dijadikan lokasi dakwah.dalam metode ini, kita juga bisa
memanfaatkan media telekomunikasi (HP, Telp) untuk melakukan interview dengan
masyarakat setempat, dan bisa pula mencari informasi dengan penduduk setempat
dengan menggunakan media surat menyurat.
Kesimpulan
Agar dakwah itu berhasil, tentunya diperlukan suatu ramuan khusus yang
dapat membaca kondisi tempat dan kondisi masyarakat baik dari aspek
pengetahuannya ataupun aliran yang dimiliki sekalipun. Apalagi melihat luas
wilayah Indonesia, dan jumlah penduduk bangsa ini yang mencapai dua ratus lima
puluh juta jiwa, dapat dipastikan kemajemukan yang sangat beragam, mulai dari
suku, budaya, adat istiadat, dan aliran kepercayaan.
Mengenali medan dakwah merupakan elemen terpenting
dari dakwah karena keberhasilan dakwah itu sendiri akan ditentukan oleh proses
eksplorasi awal yang dilakukan oleh seorang da’i. Masyarakat kota harus
didekati dengan gaya kota, masyarakat desa harus didekati dengan gaya desa,
contoh-contoh kasus yang diketengahkan harus banyak disinergikan dengan
media-media yang biasa diakrabi oleh masyarakat sehingga seorang da’i juga
harus up-to-date.
Setelah mendapatkan informasi dari medan
dakwah, pendekatan psikologi merupakan salah satu pendekatan yang bisa
diterapkan dalam menangani berbagai permasalahan mad’u, selain itu dalam
berdakwah, juru dakwah sebaiknya memberikan apa yang dibutuhkan oleh mad’u/
komunikan, bukan memberikan apa yang dikuasai, karena umumnya da’i melakukan
seperti itu.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Tim BP2M PP, “Salafiah Safi’iyah”, Kharisma
Kiai As’ad di Mata Umat, (Yogyakarta; LkiS, 2003)
Siti
Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta; Mitra Pustaka,
2000)
Wardi
Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (ciputat; Logos, 1997)
Achmad
Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2002)
Ali Aziz,
Moh, Ilmu Dakwah, (Jakarta; Prenata Media, 2004)
Fathi Yakan,
Problematika Dakwah dan Para Da’i, (Solo; Intermedia, 2005)
Aunur Rohim
Faqih, Iip Wijayanto, Dasar-Dasar Retorika Dakwah, (Yogyakarta;
LPPAI, 2004)
Rita L.
Atkinson, Richard C. Atkinson, Edward E. Smith, Darly J. Bem,Pengantar
Psikologi, (Batam; Interakasara, 1992)
Djamaluddin
Ancok, Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar,
2005)