Gembong, Pati –
Keluarga besar Yayasan Bani Karim dan Yayasan Al-Ma’arif Gembong menggelar Haul
Mbah Muhammad Karim yang ke-34. Mbah Muhammad Karim sendiri merupakan Masyayikh
Ponpes Shofa Azzahro dan Yayasan Al-Ma’arif Gembong yang saat ini sudah mengelola
pendidikan mulai dari PAUD, MI, MTs, MA, SMK, Madin (Madrasah Diniyah), dan
Pondok Pesantren Shofa Azzahro.
Ketua Panitia Kyai Sholikhin
yang juga Ketua Tanfidziyah MWC NU Kecamatan Gembong menjelaskan kegiatan Haul
diawali dengan berbagai kegiatan, mulai dari tahlil umum, ziarah kubur,
khataman Qur’an bil ghoib, pawai pasukan bendera diikuti pawai dari
masing-masing kelas di lingkungan Yayasan Al-Ma’arif, dan juga pawai enam
marching band yang dibuka oleh Kepala Desa Gembong Nur Kholis, SE.
Puncak acara Haul dihelat
pada tanggal 03/05/16 dengan mengadakan pengajian akbar yang bertajuk Gembong
Bershalawat bersama Guru Besar Burdah Al-Asyiq KH. Ali Khumaidi dari Tayu,
dihadiri juga Bupati Pati H. Haryanto, H. Rusydi DPRD Pati, dan Muspika. Para
Kyai, seperti KH. Ali Munfaat (Ketua Tanfidziah PCNU Pati), KH. Ahmad Khoiron
(Ketua FKUB Kab. Pati), KH. Ahmad Junaidi (Kajen), KH. Nur Kholid (Margerojo),
KH. Muhson (Pengasuh Ponpes Miftahul Ulum Dawe Kudus), Muslimat Gembong Hj.
Fatimah Azzahra, dan Fatayat Maria Ulfah, para Kepala Desa dan warga Kec.
Gembong.
Dalam tausiyahnya, KH. Ali
Khumaidi menyampaikan bahwa ada dua hal penting yang bisa dipelajari dari sosok
Mbah Karim. Pertama lomo atau dermawan, tidak hanya tanah yang diwakafkan untuk
madrasah, pondok dan tempat ibadah, tetapi juga dalam laku keseharian juga
gemar berbagi. Terlebih di masa-masa sulit dulu, baik semasa penjajahan, sampai
pemberontakan PKI.
Kedua, “jadug”, karena Mbah
Karim jadug maka Belanda, Jepang dan PKI tidak pernah mampu untuk menangkapnya.
Bahkan rumah Mbah Karim yang dijadikan tempat penyimpanan senjata para pejuang
Indonesia lereng Muria tidak pernah bisa ditemukan. Itu semua merupakan buah
dari tirakat, wani ngeleh, wani melek dan wani wiridan. Artinya, kalau ingin jadi
orang yang selamet dalam segala hal, kita harus berani tirakat.
Sementara menurut Faiz
Aminuddin sebagai salah cucu KH. Muhammad Karim, menjelaskan ketika pasca
kemerdekaan, Mbah Karim pernah didatangi oleh beberapa anggota TNI, intinya
mereka mengatakan bahwa mau mencatat Mbah Karim sebagai salah satu veteran,
sehingga nanti tiap bulan bisa mendapatkan uang pensiun, dan nanti kalau
meninggal kuburannya akan diberi simbol merah putih sebagai tanda makam pejuang
kemerdekaan. Namun Mbah Karim justru menjawab, “sampun mboten usah dicatet,
kersane Gusti Allah mawon engkang nyatet”. Ini merupakan jawaban langka, sebuah
jawaban yang tidak mempedulikan lagi sanjungan dunia apalagi pencitraan. Ujar
Ketua LTN PCNU Pati ini.
Dalam kesempatan itu pula,
sesepuh Yayasan Al-Ma’arif Gembong KH. Imam Shofwan yang juga mantan Ketua
Tanfidziyah PCNU Pati sekaligus putra dari Mbah Muhammad Karim, mengemukakan
melalui kegiatan Haul ini diharapkan para generasi muda dapat belajar jejak
perjuangan dan keihklasan dari Mbah Muhammad Karim yang dulunya menjadi musuh
(target) penjajah Belanda dan PKI. Gigih dalam mengembangkan keagamaan di
Gembong sehingga lahirlah lembaga pendidikan di tahun 1971 sebagai wadah untuk
mencerdaskan dan pengkaderan generasi-generasi Islam yang berkualitas. “Tutup
Mustasyar PCNU Kab. Pati ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar