Senin, 09 Mei 2016

Haul Mbah Muhammad Karim, Pejuang Kemerdekaan Dan Pejuang Agama




Gembong, Pati  – Keluarga besar Yayasan Bani Karim dan Yayasan Al-Ma’arif Gembong menggelar Haul Mbah Muhammad Karim yang ke-34. Mbah Muhammad Karim sendiri merupakan Masyayikh Ponpes Shofa Azzahro dan Yayasan Al-Ma’arif Gembong yang saat ini sudah mengelola pendidikan mulai dari PAUD, MI, MTs, MA, SMK, Madin (Madrasah Diniyah), dan Pondok Pesantren Shofa Azzahro.

Ketua Panitia Kyai Sholikhin yang juga Ketua Tanfidziyah MWC NU Kecamatan Gembong menjelaskan kegiatan Haul diawali dengan berbagai kegiatan, mulai dari tahlil umum, ziarah kubur, khataman Qur’an bil ghoib, pawai pasukan bendera diikuti pawai dari masing-masing kelas di lingkungan Yayasan Al-Ma’arif, dan juga pawai enam marching band yang dibuka oleh Kepala Desa Gembong Nur Kholis, SE.

Puncak acara Haul dihelat pada tanggal 03/05/16 dengan mengadakan pengajian akbar yang bertajuk Gembong Bershalawat bersama Guru Besar Burdah Al-Asyiq KH. Ali Khumaidi dari Tayu, dihadiri juga Bupati Pati H. Haryanto, H. Rusydi DPRD Pati, dan Muspika. Para Kyai, seperti KH. Ali Munfaat (Ketua Tanfidziah PCNU Pati), KH. Ahmad Khoiron (Ketua FKUB Kab. Pati), KH. Ahmad Junaidi (Kajen), KH. Nur Kholid (Margerojo), KH. Muhson (Pengasuh Ponpes Miftahul Ulum Dawe Kudus), Muslimat Gembong Hj. Fatimah Azzahra, dan Fatayat Maria Ulfah, para Kepala Desa dan warga Kec. Gembong.

Dalam tausiyahnya, KH. Ali Khumaidi menyampaikan bahwa ada dua hal penting yang bisa dipelajari dari sosok Mbah Karim. Pertama lomo atau dermawan, tidak hanya tanah yang diwakafkan untuk madrasah, pondok dan tempat ibadah, tetapi juga dalam laku keseharian juga gemar berbagi. Terlebih di masa-masa sulit dulu, baik semasa penjajahan, sampai pemberontakan PKI.
Kedua, “jadug”, karena Mbah Karim jadug maka Belanda, Jepang dan PKI tidak pernah mampu untuk menangkapnya. Bahkan rumah Mbah Karim yang dijadikan tempat penyimpanan senjata para pejuang Indonesia lereng Muria tidak pernah bisa ditemukan. Itu semua merupakan buah dari tirakat, wani ngeleh, wani melek dan wani wiridan. Artinya, kalau ingin jadi orang yang selamet dalam segala hal, kita harus berani tirakat.

Sementara menurut Faiz Aminuddin sebagai salah cucu KH. Muhammad Karim, menjelaskan ketika pasca kemerdekaan, Mbah Karim pernah didatangi oleh beberapa anggota TNI, intinya mereka mengatakan bahwa mau mencatat Mbah Karim sebagai salah satu veteran, sehingga nanti tiap bulan bisa mendapatkan uang pensiun, dan nanti kalau meninggal kuburannya akan diberi simbol merah putih sebagai tanda makam pejuang kemerdekaan. Namun Mbah Karim justru menjawab, “sampun mboten usah dicatet, kersane Gusti Allah mawon engkang nyatet”. Ini merupakan jawaban langka, sebuah jawaban yang tidak mempedulikan lagi sanjungan dunia apalagi pencitraan. Ujar Ketua LTN PCNU Pati ini.



Dalam kesempatan itu pula, sesepuh Yayasan Al-Ma’arif Gembong KH. Imam Shofwan yang juga mantan Ketua Tanfidziyah PCNU Pati sekaligus putra dari Mbah Muhammad Karim, mengemukakan melalui kegiatan Haul ini diharapkan para generasi muda dapat belajar jejak perjuangan dan keihklasan dari Mbah Muhammad Karim yang dulunya menjadi musuh (target) penjajah Belanda dan PKI. Gigih dalam mengembangkan keagamaan di Gembong sehingga lahirlah lembaga pendidikan di tahun 1971 sebagai wadah untuk mencerdaskan dan pengkaderan generasi-generasi Islam yang berkualitas. “Tutup Mustasyar PCNU Kab. Pati ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar