Jumat, 11 April 2014

Wawancara Redaksi Majalah Terapika Dengan Faiz Aminuddin, MA Tentang Seksualitas Remaja



Apa kesibukan Anda saat ini?
Saat ini aktivitas rutin saya menulis dan mengajar beberapa mata kuliah psikologi di salah satu PTS, mulai dari psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi pendidikan dan BK (Bimbingan dan Konseling).

Sejak kapan Anda tertarik dengan persoalan seksualitas remaja?
Awal mula saya tertarik dengan persoalan seksualitas remaja itu sejak saya S1, dan itu semakin intens setelah tema skripsi saya itu tentang seksualitas remaja, dan waktu S2 lagi-lagi tema tesis saya adalah tentang seksualitas remaja, jadi akhirnya semakin membuat saya dekat dengan dunia seksualitas remaja, karena dari situ saya juga akhirnya sering belajar dengan para pakar seksualitas remaja, baik dari PKBI maupun dari para orang-orang yang berkompeten lainnya.  

Lalu menurut Anda apakah sex itu?
Secara bahasa sex itu jenis kelamin, namun memang di kalangan masyarakat kita istilah seks umumnya sering dikaitkan dengan aktivitas biologis antara laki-laki dan perempuan. Padahal kalau berbicara seks sebenarnya luas, setidaknya meliputi ciri-ciri, sifat, fungsi dan bahkan sampai totalitas dari diri pribadi dengan merasakan, meyakini dan mengekspresikan dirinya, yang laki-laki sebagai laki-laki dan yang perempuan sebagai perempuan seutuhnya, sehingga dari situ seorang anak akan dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan mengetahui perannya masing-masing.

Apakah dalam Islam seksual itu melulu negatif? Alasannya!
Tidak, karena Islam memandang seksual sebagai suatu hal yang suci dan bukanlah suatu hal yang kotor. Artinya jika kita berbicara dalam konteks penyaluran kebutuhan biologis, karena memang kebutuhan biologis tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia, maka Islam memberikan jalan keluar berupa pernikahan. Karena tujuan dari pernikahan itu sendiri adalah sebagai bentuk menifestasi dari rasa taat dan tawadhu’ kepada Allah SWT, bukan karena pelampiasan nafsu hewani yang bersifat biologis semata. Dalam hal ini saya tertarik dengan pandangan Ustadz Hamdani Bakran Adz-Zakky, bahwa menurut beliau hubungan seksual itu ada tiga tingkatan dalam aplikasinya, yakni hubungan seksual yang bersifat hewani, landasannya sekedar melampiaskan syahwat, seperti hubungan seks di luar pernikahan atau dalam pernikahan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Selanjutnya hubungan seksual yang bersifat insani, melalui akad nikah yang sah sesuai dengan syariat, hanya saja landasannya sekedar untuk memenuhi tuntutan sosial untuk membentuk keluarga, menyalurkan hasrat seksual dan melanjutkan keturunan. Berikutnya, hubungan seksual yang bersifat Rabbani, yakni hubungan itu dilakukan melalui akad yang sah sesuai syariat, dan landasannya benar-benar sejalan dengan hakikat dari perkawinan itu dengan tujuan utama mengharap Ridlonya Allah.

Dalam pandangan Anda, bagaimana perkembangan seksual bagi mahasiswa?
Saya melihat rata-rata para mahasiswa itu berusia 18-21 tahun, artinya menurut kajian Psikologi Perkembangan mereka masih dalam kategori masa remaja atau tepatnya masa remaja akhir, dan tentu saja di dunia remaja salah satu fenomena  yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat yang tinggi terhadap seksual. Ini dipengaruhi oleh faktor perubahan-perubahan fisik terutama kematangan organ-organ seksual dan adanya perubahan-perubahan hormonal dalam tubuhnya. Dorongan-dorongan seksual remaja ini sangat menggebu-gebu, dan bahkan beberapa pakar menyebutkan dorongan-dorongan seksual mereka lebih tinggi dari dorongan seksual orang dewasa.
Ini dibuktikan dengan penelitian dari BKKBN bahwa 21% persen remaja terutama yang tinggal di kota-kota besar sudah pernah melakukan hubungan seks di luar nikah, dan trennya pun terus meningkat. Khusus di Yogyakarta, sekitar tahun 2006 Iip Wijayanto membuat penelitian yang cukup heboh, cukup menggemparkan dan menuai pro-kontra di kalangan masyarakat, karena hasilnya sangat “WOW” sekali, di mana temuannya menyebutkan bahwa 98% mahasiswi di Yogjakarta sudah tidak perawan lagi. Artinya, meskipun hasil penelitiannya kontroversial tetapi paling tidak bisa menjadi warning bagi siapapun, baik itu pemerintah, para orang tua, pendidik, masyarakat dan remaja itu sendiri.

Penyebabnya apa menurut Anda?
Ya seperti yang saya jelaskan di atas, selain karena usia remaja memang memiliki minat yang tinggi terhadap seks sebagai akibat perubahan organ-organ seksual dan perubahan hormonal dalam tubuhnya, hal itu juga didukung beberapa faktor, seperti tontonan-tontonan yang vulgar yang mudah ditemukan, dorongan teman sebayanya, lemahnya prinsip moral dalam dirinya, lemahnya iman, lemahnya pengawasan dari orang tua/keluarga dan sikap permisif dari masyarakat, sehingga dengan kondisi demikian membuat mereka bisa bebas atau leluasa melakukan apa saja sesuai dengan yang diinginkannya, dan ini tentu patut disayangkan.

Bagaimana pendapat Anda tentang fenomena seks bebas di kalangan mahasiswa di era globalisasi ini?
Kalau kita berbicara mengenai seks bebas di kalangan mahasiswa sebenarnya sangat prihatin, “eman”, “eman” kenapa mereka tergiur “kenikmatan” sesaat yang efeknya justru bisa menghancurkan hidupnya, saya juga “eman” karena mereka masih sangat muda sehingga jalan hidupnya masih panjang, sehingga sayang kalau mereka justru menghancurkan masa depannya sendiri, “eman”-nya lagi karena mereka kaum terpelajar atau terdidik, sehingga tidak semestinya dengan kapasitas yang mereka miliki itu mereka memilih jalan yang salah.
Saya juga sering berceloteh di depan teman-teman saya, bahwa jika para mahasiswa banyak nganggurnya itu sangat berbahaya, bayangkan saja dengan kondisi psikis yang masih labil, jauh dari pengawasan ortu dan mereka juga memegang atau mempunyai uang, maka tidak sedikit di antara mereka dengan kondisi personalitinya yang mudah goyah akhirnya terjeremus dalam perilaku yang negatif, salah satunya terjerumus pada seks bebas. Terlebih beberapa daerah di Yogjakarta masyarakatnya melakukan pembiaran terhadap fenomena para mahasiswa “ngamar” dengan pacarnya. Banyak pemiliki kos-kos-an yang hanya mengejar keuntungan, prinsipnya asal laku dan setiap bulan/tahun dapat uang sewa, sehingga mereka membebaskan para mahasiswa yang ngekos untuk mengajak pacarnya untuk menginap, dan ini ironis.

Lalu bagaimana seharusnya untuk mengatasi fenomena seks bebas di kalangan mahasiswa?
Tidak bisa dipungkiri naluri seks merupakan naluri yang menuntut adanya jalan keluar, apabila sampai naluri seks tidak tersalurkan maka akan membuat banyak masalah. Terlebih, karakter seorang remaja adalah semakin dilarang mereka akan semakin penasaran. Untuk itu, mengatasi permasalahan ini tidak seperti membalikkan telapak tangan, mengingat permasalahan ini cukup kompleks sehingga penanganannya pun harus komprehensif. Namun secara umum bisa dimulai dari peran pemerintah, pemerintah baik itu tingkat RT sekalipun harus membuat regulasi yang jelas terkait perilaku seks bebas di kalangan mahasiswa yang umumnya dilakukan di kamar kos atau pun di penginapan-penginapan di lokasi pariwisata, apabila sebelumnya regulasinya sudah ada maka aparat pemerintah harus bisa tegas dan konsisten mengawalnya. Asalkan ada kemauan yang kuat dari pemerintah saya optimis hal ini dapat berjalan.
Kemudian peran masyarakat, masyarakat merupakan lembaga pengontrol bagi terciptanya tatanan masyarakat yang beradab dan bermoral, sehingga apabila kontroling berjalan dengan baik, orang-orang yang ada di dalamnya akan hidup teratur dan terkendali. Sebaliknya, jika organisasi kemasyarakatan permissif dan tidak berfungsi dengan baik, efeknya akan membuat modal sosial yang baik menjadi hancur, anggota masyarakat di dalamnya akan kehilangan bimbingan, kontrol sosial dan tidak lagi ditemukan sanksi sosial. Bila sudah demikian, akhirnya banyak ditemukan perilaku-perilaku liar serta menyimpang, dan para mahasiswa yang menjadi bagian dari masyarakat itu pada akhirnya akan bertindak semaunya,  termasuk bertindak asusila.
Selanjutnya peran kampus, peran kampus menjadi strategis dalam mengatasi atau meminimalisir free sex karena di sana para mahasiswa berproses, dan yang patut dipahami adalah mahasiswa merupakan sosok yang memiliki energi melimpah yang energi itu tidak boleh diabaikan begitu saja. Artinya, energi itu harus disalurkan, sehingga kampus harus mempunyai iklim pengembangan kreativitas yang bisa mewadahi passion mereka, baik itu dibidang entrepreuner, olahraga, seni, intelektual, berorganisasi dan lain sebagainya. Di samping itu, kampus harus mampu menghidupkan tradisi keilmuan atau tradisi akademik yang progresif dan sehat, sehingga hal itu dapat memacu terjadinya semangat kompetisi yang fair dan ketat, dengan bagitu energi mahasiswa yang melimpah dapat tersalurkan pada hal-hal yang positif.
Berikutnya peran keluarga, peran orang tua tidak bisa dipungkiri cukup vital dalam membina moral seorang anak, karena dalam Hadistnya Nabi Muhammad  dijelaskan “Tiada seorang anak pun dilahirkan, melainkan dilahirkan atas dasar fitrah, orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Ya bias dibilang, bimbingan, pendampingan dan perhatian harus senantiasa dilakukan supaya anak kita tidak latah, tidak kaget atau tidak silau terhadap gemerlapnya dunia.

Tetapi bagaimana kalau orang tua jauh?
Menurut saya orang tua yang jauh harus mau “mengalah” untuk menengok secara rutin, bisa satu semester sekali atau minimal satu tahun sekali, tujuannya untuk memastikan apakah dia tinggal di lingkungan sehat, apakah teman pergaulannya baik, apakah aktivitasnya positif lalu apakah kuliahnya beres, nah hal-hal seperti itu wajib diketahui orang tua, sehingga jika ada potensi tidak benar orang tua bisa segera melakukan tindakan preventif. Langkah ini memang terlihat berat, tetapi akan jauh lebih berat manakala anak kita terlanjur terjerumus pada perilaku amoral.

Ada tambahan lagi?
Ya, dalam Islam sendiri juga disebutkan bahwa untuk menghindari seks bebas di kalangan remaja, Islam memberikan beberapa solusi yang lebih condong ke arah preventif, diantaranya menjaga pandangan serta kehormatan, menghindari berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi, menggunakan pakaian yang sopan, menjaga pergaulan dan puasa. Puasa sendiri menjadi andalan utama karena puasa  dalam Islam berarti menahan diri dari segala hal yang dimurkai Allah. Selain itu, dengan berpuasa maka mampu menjaga dan mengontrol diri dari perbuatan yang tidak terpuji. Seperti mampu menjaga dan mengontrol diri dari perbuatan zina. Karena saya tetap berpegang teguh bahwa apapun alasannya hubungan seks di luar nikah adalah haram, dosa besar dan itu membuat murka Allah, dan kalau Allah sudah murka kepada seseorang, azab dunia akhirat siap menanti.

Adakah pesan untuk para remaja atau mahasiswa?
Ya, pesan ini saya kutip dari pujangga ternama Ronggowarsito, bahwa: “Di tengah zaman edan, orang beruntung adalah orang yang selalu ingat dan waspada”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar