Pemberdayaan
ekonomi umat merupakan salah satu garapan penting pada kepengurusan PCNU Pati
pada periode ini, mengingat selama ini potensi pengembangan ekonomi warga NU
belum banyak di garap dengan serius. Padahal dengan jumlah yang cukup besar
seharusnya dapat membuat warga NU Pati dapat berdaya (kuat ekonominya). Terkait
problem ini, A. Najib Z. mencoba mengurai permasalahan bahwa pemberdayaan
ekonomi umat adalah sebagai proses usaha agar umat mampu memenuhi kebutuhan
ekonomi sendiri terutama kebutuhan sandang pangan.
Menurut
Direktur Bank Artha Huda Abadi Margoyoso itu menganggap, bahwa pemberdayaan
ekonomi umat di Pati pada umumnya belum terkelola dengan baik, khususnya warga
NU, karena lembaga-lembaga NU di Pati belum berfungsi secara maksimal. Misalnya,
NU mempunyai lembaga perekonomian di bawah LPNU Pati, tapi baik periode yang
lalu maupun yang sekarang, setelah dilantik hingga kini belum ada
kegiatan-kegiatan yang nyata. Ia menambahkan hal ini dikarenakan LPNU Pati
lemah dibidang koordinasi dan terbatasnya waktu para pengurus yang masih
disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.
Sebenarnya
pengurus LPNU Pati periode saat ini memiliki program bagus yang bertujuan untuk
mengembangkan lembaga ekonomi NU sebagai program pemberdayaan ekonomi umat.
Rencana program itu adalah mendirikan koperasi NU di masing-masing kecamatan,
entah itu memakai bendera KAJ 26 sebagai koperasi pusat di bawah LPNU Pati atau
sebagai mitra. Akan tetapi, hingga saat ini karena kesibukan masing-masing
pengurus, maka program tersebut belum berjalan, tambahnya.
Komentarnya
ketika ditanya mengenai kemajuan ekonomi masyarakat Muhammadiyah di Pati
dibandingkan dengan masyarakat NU, beliau mengakui bahwa dari sisi aset dan
wilayah pemasaran KAJ 26 kalah dengan BMT Fastabiq. Tanpa menyalahkan pihak
lain, KAJ 26 diakui belum memiliki pengelola yang tangguh dalam mengembangkan
KAJ 26, sehingga banyak kendala dan ia yakin jika SDMnya diisi oleh orang-orang
yang berkualitas ia memiliki keyakinan kuat KAJ 26 tidak akan kalah dengan
BMT-BMT di bawah bendera Muhammadiyah.
Intinya,
dalam memberdayakan ekonomi umat dibutuhkan orang-orang yang berdedikasi tinggi.
Di samping itu, perbaikan dan penguatan di dalam tubuh lembaga itu sendiri juga
penting sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat.
Langkah
Strategis
Terkait upaya yang bisa dilakukan PCNU Pati, menurut
KH. Abdul Ghaffar Rozin, NU sebagai salah satu organisasi besar di Pati seharusnya mempunyai lembaga ekonomi
yang bisa menopang operasional di dalam organisasi. Lembaga ekonomi yang bisa
mendorong NU menjadi sebuah lembaga independen dan mandiri sehingga tidak hanya
bertumpu pada individu-individu tertentu atau bisa menghindarkan dari adanya
intervensi politik yang menawarkan transaksi sesaat. Sudah sepantasnya
organisasi sebesar NU mempunyai lembaga yang besar, akuntabel, independen, dan secara
legal milik NU sepenuhnya. Hal itu bisa menjadi keniscayaan untuk memberdayakan
ekonomi umat khususnya warga NU di Pati. Kita bisa belajar dari PCNU Tegal yang
berhasil mengorganisir lembaga usaha, seperti apotik, toko dan aset wakaf yang
semuanya hasilnya untuk NU.
Mengenai
kemampuan Muhammadiyah yang secara kuantitas jauh dibandingkan dengan warga NU
namun mampu mendirikan rumah sakit, dalam pandangan Ketua STAI Mathali’ul Falah
tersebut, NU harus mulai merubah paradigma dalam diri (internal NU). Mengingat,
selama NU tidak merubah paradigma berpikir dan paradigma gerakan maka akan tetap
terus stagnan seperti ini. Artinya, selama NU hanya dipakai untuk kepentingan
pribadi dan hanya untuk kepentingan politik, maka akan terus kerdil. Ikhlas dan
professional itu harus dipadukan secara selaras. Kita bisa belajar dari
pendekatan yang dipakai oleh Muhammadiyah. Sebagai contoh, kalau orang
muhammadiyah ingin mendirikan sebuah sekolah ada syarat yang harus di penuhi,
yaitu harus punya aset untuk menopang kelangsungan sekolah tersebut. Berbeda dengan
NU yang pendekatannya terbalik dengan Muhammadiyah, kalau orang NU yang penting
sekolahnya berdiri dulu dan tidak memikirkan aset penopangnya dari mana. Ahasil,
keberlangsungannya yang penting berjalan seadanya karena tidak di fikir secara
matang.
Gus
Rozin panggilan akrab KH. Abdul Ghaffar Rozin juga menjelaskan bahwa sekitar 8
tahun yang lalu, Pondok Pesantren Maslakul Huda melatih beberapa kader muda NU
di 5 kabupaten, Pati, Jepara, Rembang, Grobokan dan Demak dalam melakukan
pemberdayaan ekonomi umat. Rencananya setiap perwakilan kota mendirikan BMT, singkat
cerita 3 kota mati karena belum siap dan 2 kota masih tersisa yaitu pati dan
jepara. Untuk Pati, lahirlah BMT Madani, BMT tersebut secara de vacto adalah
milik IPNU dan IPPNU yang diharapkan akan menjadi satu langkah konkrit dalam melakukan
pemberdayaan ekonomi umat. Lantaran, kepemilikan lembaga keuangan akan
mempermudah bagi pengurus dalam melaksanakan program-program yang betul-betul
bisa dirasakan oleh masyarakat, terutama program yang berkaitan dengan
pemberdayaan ekonomi umat. Hal ini memang sesuatu yang kecil, tetapi efeknya
besar.
Penyebab klasik
dari dulu yang menjadikan NU kesulitan dalam melakukan program aksi
pemberdayaan ekonomi umat yaitu pertama, belum bisa
mengesampingkan ego personal, belum bisa berfikir sistematis, belum bisa berfikir
sepenunya untuk kepentingan lembaga. Kedua, susahnya bersinergi antara
satu lembaga dengan lembaga lain, seperti IPNU & IPPNU, ANSOR, Fatayat, Ma’arif,
Muslimat dan PCNU. Mereka terlihat berjalan sendiri-sendiri sehingga untuk
melakukan gerakan besar dalam rangka melakukan pemberdayaan ekonomi di Pati
sulit terwujud, “tutup pengasuh PMH Kajen Pati”. (Neni & Sundari)
Sumber: Majalah NUANSA LTN NU Pati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar