Minggu, 31 Agustus 2014

TANTANGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT



Pemberdayaan ekonomi umat merupakan salah satu garapan penting pada kepengurusan PCNU Pati pada periode ini, mengingat selama ini potensi pengembangan ekonomi warga NU belum banyak di garap dengan serius. Padahal dengan jumlah yang cukup besar seharusnya dapat membuat warga NU Pati dapat berdaya (kuat ekonominya). Terkait problem ini, A. Najib Z. mencoba mengurai permasalahan bahwa pemberdayaan ekonomi umat adalah sebagai proses usaha agar umat mampu memenuhi kebutuhan ekonomi sendiri terutama kebutuhan sandang pangan.

Menurut Direktur Bank Artha Huda Abadi Margoyoso itu menganggap, bahwa pemberdayaan ekonomi umat di Pati pada umumnya belum terkelola dengan baik, khususnya warga NU, karena lembaga-lembaga NU di Pati belum berfungsi secara maksimal. Misalnya, NU mempunyai lembaga perekonomian di bawah LPNU Pati, tapi baik periode yang lalu maupun yang sekarang, setelah dilantik hingga kini belum ada kegiatan-kegiatan yang nyata. Ia menambahkan hal ini dikarenakan LPNU Pati lemah dibidang koordinasi dan terbatasnya waktu para pengurus yang masih disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.

Sebenarnya pengurus LPNU Pati periode saat ini memiliki program bagus yang bertujuan untuk mengembangkan lembaga ekonomi NU sebagai program pemberdayaan ekonomi umat. Rencana program itu adalah mendirikan koperasi NU di masing-masing kecamatan, entah itu memakai bendera KAJ 26 sebagai koperasi pusat di bawah LPNU Pati atau sebagai mitra. Akan tetapi, hingga saat ini karena kesibukan masing-masing pengurus, maka program tersebut belum berjalan, tambahnya.

Komentarnya ketika ditanya mengenai kemajuan ekonomi masyarakat Muhammadiyah di Pati dibandingkan dengan masyarakat NU, beliau mengakui bahwa dari sisi aset dan wilayah pemasaran KAJ 26 kalah dengan BMT Fastabiq. Tanpa menyalahkan pihak lain, KAJ 26 diakui belum memiliki pengelola yang tangguh dalam mengembangkan KAJ 26, sehingga banyak kendala dan ia yakin jika SDMnya diisi oleh orang-orang yang berkualitas ia memiliki keyakinan kuat KAJ 26 tidak akan kalah dengan BMT-BMT di bawah bendera Muhammadiyah.

Intinya, dalam memberdayakan ekonomi umat dibutuhkan orang-orang yang berdedikasi tinggi. Di samping itu, perbaikan dan penguatan di dalam tubuh lembaga itu sendiri juga penting sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

Langkah Strategis

Terkait upaya yang bisa dilakukan PCNU Pati, menurut KH. Abdul Ghaffar Rozin, NU sebagai salah satu organisasi besar di Pati seharusnya mempunyai lembaga ekonomi yang bisa menopang operasional di dalam organisasi. Lembaga ekonomi yang bisa mendorong NU menjadi sebuah lembaga independen dan mandiri sehingga tidak hanya bertumpu pada individu-individu tertentu atau bisa menghindarkan dari adanya intervensi politik yang menawarkan transaksi sesaat. Sudah sepantasnya organisasi sebesar NU mempunyai lembaga yang besar, akuntabel, independen, dan secara legal milik NU sepenuhnya. Hal itu bisa menjadi keniscayaan untuk memberdayakan ekonomi umat khususnya warga NU di Pati. Kita bisa belajar dari PCNU Tegal yang berhasil mengorganisir lembaga usaha, seperti apotik, toko dan aset wakaf yang semuanya hasilnya untuk NU.

Mengenai kemampuan Muhammadiyah yang secara kuantitas jauh dibandingkan dengan warga NU namun mampu mendirikan rumah sakit, dalam pandangan Ketua STAI Mathali’ul Falah tersebut, NU harus mulai merubah paradigma dalam diri (internal NU). Mengingat, selama NU tidak merubah paradigma berpikir dan paradigma gerakan maka akan tetap terus stagnan seperti ini. Artinya, selama NU hanya dipakai untuk kepentingan pribadi dan hanya untuk kepentingan politik, maka akan terus kerdil. Ikhlas dan professional itu harus dipadukan secara selaras. Kita bisa belajar dari pendekatan yang dipakai oleh Muhammadiyah. Sebagai contoh, kalau orang muhammadiyah ingin mendirikan sebuah sekolah ada syarat yang harus di penuhi, yaitu harus punya aset untuk menopang kelangsungan sekolah tersebut. Berbeda dengan NU yang pendekatannya terbalik dengan Muhammadiyah, kalau orang NU yang penting sekolahnya berdiri dulu dan tidak memikirkan aset penopangnya dari mana. Ahasil, keberlangsungannya yang penting berjalan seadanya karena tidak di fikir secara matang.

Gus Rozin panggilan akrab KH. Abdul Ghaffar Rozin juga menjelaskan bahwa sekitar 8 tahun yang lalu, Pondok Pesantren Maslakul Huda melatih beberapa kader muda NU di 5 kabupaten, Pati, Jepara, Rembang, Grobokan dan Demak dalam melakukan pemberdayaan ekonomi umat. Rencananya setiap perwakilan kota mendirikan BMT, singkat cerita 3 kota mati karena belum siap dan 2 kota masih tersisa yaitu pati dan jepara. Untuk Pati, lahirlah BMT Madani, BMT tersebut secara de vacto adalah milik IPNU dan IPPNU yang diharapkan akan menjadi satu langkah konkrit dalam melakukan pemberdayaan ekonomi umat. Lantaran, kepemilikan lembaga keuangan akan mempermudah bagi pengurus dalam melaksanakan program-program yang betul-betul bisa dirasakan oleh masyarakat, terutama program yang berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi umat. Hal ini memang sesuatu yang kecil, tetapi efeknya besar.

Penyebab klasik dari dulu yang menjadikan NU kesulitan dalam melakukan program aksi pemberdayaan ekonomi umat yaitu pertama, belum bisa mengesampingkan ego personal, belum bisa berfikir sistematis, belum bisa berfikir sepenunya untuk kepentingan lembaga. Kedua, susahnya bersinergi antara satu lembaga dengan lembaga lain, seperti IPNU & IPPNU, ANSOR, Fatayat, Ma’arif, Muslimat dan PCNU. Mereka terlihat berjalan sendiri-sendiri sehingga untuk melakukan gerakan besar dalam rangka melakukan pemberdayaan ekonomi di Pati sulit terwujud, “tutup pengasuh PMH Kajen Pati”. (Neni & Sundari) Sumber: Majalah NUANSA LTN NU Pati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar